Bab IX - Malam Minggu

49.2K 7.3K 408
                                    

Bab IX - Malam Minggu

Sebentar apanya?!!

Ini sudah setengah jam berlalu dan bos rese itu nggak kunjung datang. Tara awalnya bermain dengan antusias, baru sepuluh menit dia sudah terlihat lelah dan nggak berminat sama sekali baik main perosotan, masak-masak hingga mandi bola. Dia malah akhirnya duduk dan memandangi anak-anak lain yang tengah bermain. Kupikir, dia sepertinya kehilangan teman yaitu anak laki-laki tadi.

Jadi kuputuskan untuk membawa Tara makan es krim. Film Family yang ingin kutonton terlupakan begitu saja. Aku juga sudah menghubungi Pak Afif agar menyusul kami di lantai dua, tempat kami mengistirahatkan diri dengan makan es krim ini.

Aku nggak tahu Tara boleh makan es krim atau tidak. Hanya dari sekian banyak pilihan yang tadi ditawarkan, dia langsung sumringah ketika aku menyebut es krim strawberry. Kalau aku ditegur Pak Afif, aku nggak akan tinggal diam! Bisa-bisanya dia meninggalkan kami berdua. Aku nggak punya clue atas makanan yang boleh dimakan Tara atau tidak. Dan juga aku nggak mengetahui nomor ponsel mamanya!

Tara masih anteng kusuapkan es krim strawberry. Dia tadi hanya bertanya-tanya padaku kenapa aku berada disini sendirian. Aku menjawab sebisaku, namun jawabanku tentu nggak memuaskan Tara hingga dia berhenti bertanya. Aku nggak memiliki pengalaman menjadi baby sitter, apalagi pengalaman memiliki anak. Kadang, melihat anak kecil rewel saja bisa membuat aliran darahku berubah menjadi emosi—well, yeah ... aku sadar diri kalau aku nggak akan jadi mama-mama baik hati dan penyabar.

"Papa dah angkat telepon?" Tanya Tara mulai gusar, mungkin sadar bahwa aku sudah menjadi orang asing.

Aku menghubungi nomor Pak Afif sekali lagi dan menggeleng.

Tara spontan merengut. "Tara kangen Papa," rengekannya malah membuatku semakin tidak tega.

Kemana sih Bapak-bapak satu itu?! Membuatku geram saja!

"Tara sabar ya? Papa sebentar lagi datang, Tara sama Aunty dulu ya habisin es krim?"

"Nggak mau."

Gubrak.

Aku kehabisan ide. "Habis ini kita cari Papa ya?"

"Capek."

Ampun deh anak kecil ini! Untung dia masih kecil! Kalau Ninda yang begini sudah kutendang pantatnya.

"Aunty gendong, mau?" Aku masih menawarkan, mataku sekilas melirik es krim yang sudah mau habis. Pak Afif sialan! Dia benar-benar mengerjaiku.

Tara berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk. Fyuu, syukurlah dia menyetujui ideku meskipun aku harus menggendongnya sepanjang jalan. Dia merentangkan tangannya, meminta segera digendong. Aku nggak punya pilihan lain selain membawanya ke pangkuanku. Tangan kiriku memeluk pinggang kecil Tara sedangkan tangan kanan masih setia pada gelas es krim-nya sudah mau habis.

Apa yang harus kulakukan dengan anak kecil ini?

"Aunty, Tara mau nonton Marsha."

"Sebentar ya." Tanganku cepat membuka aplikasi YouTube dan menayangkan kartun anak Marsha and The Bear. Aku kembali merasa lega karena setelah aku menghadapkan ponsel itu kepadanya, Tara jadi nggak rewel. Aku bisa memesan satu es krim lagi dan menahan kami agar tetap disini menunggu Pak Afif.

"Saya nyariin kalian kemana-mana loh, Rin!"

Aku langsung mendongak mendengar sahutan besar itu. Kutatap Tara yang sedang fokus menonton. Dasar bos menyebalkan! Padahal ini bukan di kantor dan bukan jam kantor! Tapi bisa-bisanya dia berkata seperti itu setelah aku menjaga anaknya selama satu jam.

Selaras | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang