Bab III - Hari Pertama (Semoga Bukan Hari Terakhir)

63.7K 7.7K 361
                                    

Bab III - Hari Pertama (Semoga Bukan Hari Terakhir)

Apa, sih, yang biasa dilakukan staf baru pada hari pertama?

Memperkenalkan diri trus langsung gas bekerja? Atau cuma plonga-plongo karena nggak mengerti apapun? Atau langsung ngegebet bos?

Tentu yang terakhir nggak mungkin!

Aku sudah melakukan negosiasi terakhir kemarin : gaji dan segala fasilitas yang kudapatkan. Gapok lumayan diatas UMR (Upah Minimum Regional), dengan fasilitas makan siang ditanggung, kalau masih di kantor lewat jam lima dapat makan malam, ada asuransi ketenagakerjaan, asuransi kesehatan, uang lembur dan juga perjalanan luar kota. Oh! juga ada bonus setiap beberapa bulan sekali setelah proyek selesai.

Oke, lah. Sebagai orang yang baru bekerja aku sebaiknya nggak minta banyak-banyak sekalipun gaji kemarin negonya hanya tipis sekali. Kata Bu Yildis, Pak Fabyan—manajer keuangan akan mempertimbangkan naik gaji setelah enam bulan probation sesuai pendidikan terakhirku dengan catatan performaku bagus.

Aku tentu langsung menerima. Pekerjaan pertama, kan, sebagai batu loncatan. Jadi sebaiknya nggak usah memakai mode tipe pekerja-pekerja di base twitter yang memamerkan penghasilan yang sangat banyak namun pulang jam dua belas malam.

Jujur, aku gugup sekali menghadapi hari pertama ini. Gugup karena akan berkenalan dengan orang baru—meski sebagian besar sudah kutemui kemarin. Aku juga ditunjukkan kubikel kecilku dan mendapat komputer serta hard disk. Tapi tetap saja aku grogi setengah mati.

Apalagi setelah kemarin Pak Afif malah mengomentari status LinkedIn-ku. Duh! Belum juga bekerja dia sudah mengatakan proud padaku. Aku bahkan belum tentu mengerti dengan apa yang harus dilakukan.

Aku mengamati penampilanku di cermin. Sepertinya udah nggak ada yang perlu dipoles, bentuk wajahku tanpa riasan dan dengan riasan nggak jauh berbeda. Aku nggak mahir memainkan kontur dan bronzer sehingga paling-paling hanya mengenakan toner, serum, pelembab, sunscreen, cushion, pensil alis dan lipstik. Oh ya sedikit perona pipi dan kelopak mata.

Kutarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Rambutku sudah dicatok sempurna, siap tampil badai di hari pertama sekalipun aku nggak bisa memprediksi akan pulang jam berapa.

Pagi ini, Ninda tak datang ke kamarku karena dia dari pagi sekali sudah pergi ke Semarang untuk kontrol produk, menggunakan kereta paling subuh. Mungkin sekarang dia sudah sampai di kota lumpia itu.

Baiklah, aku akan berangkat pakai ojek online dulu pagi ini. Jarak kantor dari kosku cukup dua puluh menit tanpa macet. Aku juga sudah sarapan sekalipun aku nggak terbiasa sarapan.

Aku sampai pukul delapan lebih lima belas menit. Menurut informasi Bu Yildis, biasanya para pegawai baru datang jam sembilan. Aku sengaja lebih cepat untuk menampilkan bahwa aku karyawan yang taat peraturan dan mereka nggak salah memilihku. Sayangnya, saat aku sampai ke kantor, belum ada satu pun tanda-tanda kehidupan di gedung ini. Hanya ada Pak Satpam dan Pak OB yang kutemui kemarin di lobby.

"Eh, Neng! Datangnya pagi banget?!" Sapa Pak Satpam membukakan pintu untukku.

"Iya, Pak? Kepagian ya?"

"Iya. Biasanya baru pada datang jam sembilan atau sepuluh, Neng. Baru ramai kalau malam."

Deg.

Okay.

Aku tersenyum dan melanjutkan langkah ke lantai tiga. Ada dua wing di kantor ini, wing sebelah kiri adalah PropTec Consulting sedangkan wing sebelah kanan adalah PropTec Karya. Ditengah-tengah setiap lantai terdapat pantry atau ruang rapat.

Selaras | ✓Where stories live. Discover now