𝑲𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝑯𝒂𝒓𝒖𝒔 𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝑫𝒖𝒍𝒖 𝑳𝒂𝒈𝒊?

112 13 7
                                    

Playlist || Senja: Perih

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Playlist || Senja: Perih

           Setelah itu, aku dan Hafifah keluar dari rumah Samboja, tanpa mendapatkan informasi apapun tentang dirinya. Selama perjalanan keluar dari kompleks aku hanya diam, sambil memikirkan keadaan Samboja yang entah ada di mana sekarang.

Hatiku mulai resah dan gelisah, takut kalau Samboja kembali seperti dulu lagi, itulah yang ada di pikiranku saat ini.

"Fah, lo tau rumahnya Samudra?" tanyaku pada Hafifah, saat nama manusia kulkas itu muncul di pikiranku.

"Mana gue tau, Ra, lo tanya saja sama Wati atau Tia, mereka 'kan temannya," balas Hafifah.

"Nah, itu yang gue bingung, gue nggak punya kontak mereka," balasku.

"Sudah itu mah gampang, kayanya gue punya deh kontak salah satu dari mereka mereka. Sekarang kita makan dulu deh, gue lapar nih!" balas Hafifah yang membuat sedikit lega, semoga saja Samboja bersama Samudra.

Seperti apa yang Hafifah katakan padaku saat melihat Mall Pondok Indah, ia benar-benar mengajak aku ke sana.

"Lo benaran mau makan di sini?" tanyaku sambil melepas helm. Ya, saat ini kami sudah berada di dalam parkiran Mall.

"Iya, tenang gue traktir lo!" balasnya sambil mengambil helm yang ada di tanganku.

"Yuk, kita masuk, senang-senang bentar, pusing gue mikirin pacar lo itu!" imbuhnya sambil mengajak aku berjalan.

Di dalam Mall yang besar ini, aku benar-benar terpukau, bukan cuma sama Mall-nya saja, tapi juga sama pengunjungnya, mereka begitu terlihat sangat hedon dan parlente, begitu terlihat seperti elit Jakarta, bahkan aku menjadi minder karena penampilan mereka.

"Fah, kita makan di kaki lima saja deh!" pintaku.

"Ih, Ra, di sini saja, lagian lo kenapa dah tiba-tiba ngajak makan di kaki lima?" tanyanya.

"Lo ngerasa minder nggak sih?" tanyaku.

"Tuh lo lihat, anak-anak sekolah yang ke sini saja sekolah swasta mahal semua," imbuhku.

Hafifah melihat ke arah beberapa anak sekolah yang sedang bergerumbul tidak jauh dari kami berdiri, "lah terus kenapa?" tanyanya.

"Ya, gapapa, tapi nggak enak saja gitu," jawabku.

"Ah lo, Ra. Isi dompet mereka sama isi dompet gue, gue rasa lebih banyak isi dompet gue. Sudah yuk ah!" ia menarik tanganku untuk menuju eskalator lantai dua; sudahlah, aku pasrah saja.

SAMBOJA [Lengkap]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora