𝑺𝒂𝒉𝒂𝒃𝒂𝒕 𝑻𝒆𝒓𝒃𝒂𝒊𝒌 𝑰𝒕𝒖, 𝑯𝒂𝒇𝒊𝒇𝒂𝒉 👭

94 13 1
                                    

Playlist || Shella On 7: Sahabat Sejati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Playlist || Shella On 7: Sahabat Sejati.


Malam ini menghubungi Hafifah hampir 20 kali, tapi dia tidak mengangkat telepon dariku, hatiku semakin tidak karuan rasanya; ini sudah jelas Hafifah marah denganku.

Mengirim pesan sudah puluhan kali dengan kalimat yang sama'minta maaf'. Tapi, Hafifah hanya membacanya, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang, satu-satunya cara hanya minta maaf secara langsung, meskipun aku sudah tau gimana respon Hafifah nanti, aku harus sudah siap.

Kulirik jam dinding berwarna pink, ternyata sudah menunjukkan waktu tidurku, sedikit hembusan napas, lalu aku letakkatn ponsel di atas nakas, mematikan lampu yang hanya menyisakan cahaya lampu tidur saja.

Kutarik selimut itu, merebahkan tubuh gempalku dan perlahan menutup mata, bersiap untuk menyambut hari esok, hari untuk meminta maaf pada sahabat terbaikku.

Ada hal berat saat mendapatkanmu, yaitu takut kehilangan sahabat terbaikku, sebuah pilihan yang harus aku pilih, antara sahabat dan kekasih. Keduanya penting bagiku, keduanya punya tempat tersendiri di hatiku.

Apa iya, harus ada keputusan yang sulit untukku?
Tuhan, aku tidak bisa.

Sebuah pagi yang seharusnya cerah dan ceria, tapi seketika menjadi mendung karena perasaan dilemaku, jujur, aku tidak bersemangat ke sekolah hari ini.

Saat sedang memakai sepatu di depan pintu rumah, ponselku bergetar dari saku, aku lihat benda pipih itu, ada notifikasi dari Samboja, dia mengirimkanku satu pesan.

Samboja♥️🐊: hari ini aku nggak ke sekolah dulu, temanin Mamah buat terapi Ria, soalnya Papah lagi tugas ke luar kota. Kamu berangkat sendiri gapapa 'kan?

Sora: iya, gapapa. Temanin dulu saja, nanti kalo sudah selesain kabarin aku, ya.

Samboja♥️🐊: iya, sayang. Semangat, ya sekolahnya😘♥️

Sora: iya♥️

Dia baca balasanku itu tanpa membalasnya lagi, begitupun aku, langsung kumasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku dan bergegas untuk berangkat ke sekolah.

Melewati gang sempit ini, banyak anak-anak sebaya denganku pun melewatinya, ingin pergi ke sekolah juga. Sampai di depan gang, aku menunggu angkutan kota seperti biasa, di sana pun sudah ada beberapa anak sekolah memakai seragam putih abu-abu sepertiku, namun dengan logo dan nama sekolah yang berbeda.

Bersamping dengan mereka tidak membuat aku membuka pembicaraan, atau sekedar menyapa. Padahal aku mengenal salah satu dari 3 gadis yang ada di sampingku. Mentari, iya, nama salah satu gadis itu Mentari. Dia tetanggaku, ayahnya juga pekerja di kantor kelurahan seperti ayahku, hanya saja, ayahnya Mentari mempunyai jabatan yang berpengaruh di kelurahaan, tidak seperti ayahku yang hanya pegawai biasa.

SAMBOJA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang