𝑲𝒂𝒖 𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉𝒌𝒖🏡

113 14 2
                                    

Playlist || Raissa Anggiani: Kau Rumahku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Playlist || Raissa Anggiani: Kau Rumahku.

Sebuah perjalanan yang cukup jauh dari rumah Samboja, aku kehilangan jejaknya, Samboja melajukan motornya sangatlah kencang. Tapi Pak Tamrin bilang tidak apa-apa, dia membawa aku menyusuri jalan yang sepertinya aku ingat, aku seperti pernah melewatinya.

Sampai akhirnya, aku dan Pak Tamrin sampai di tempat yang dulu Samboja dan aku datangi. Ya, Ancol. Pinggiran pantai yang sepi itu, jauh dari hiruk pikuk orang, laut Jakarta yang menyuguhkan indahnya senja saat sore, pantas saja aku tidak asing dengan jalan yang aku lalui.

"Non, ini motornya Den Sam," ucap Pak Tamrin.

Aku mengangguk sambil menatap motor itu, "Pak Tamrin antar Sora sampai sini saja," pintaku.

"Non Sora serius?"

Aku mengangguk lagi, "iya, Sam pernah bawa Sora ke sini, jadi Sora sudah tau dia berada di mana sekarang," jawabku.

"Ya sudah, kalo gitu Bapak izin pamit,"

"Iya, Pak. Terima kasih sudah diantar ke sini," balasku.

"Sama-sama, Non," kini Pak Tamrin menaiki motornya, dan berlalu pergi meninggalkanku sendiri.

Kembali kutatap motor sport hitam itu, ini memang masih laut Ancol, tapi jauh dari keramainnya, pasir yang masih bersih menyambutku, semilir angin menerpa wajahku, deru ombak yang tidak terlalu tinggi menyapa pendengaranku.

Kucari sosok manusia indah itu, dibawah awan yang mendung ini, yang sepertinya hujan segera turun dan membasahi tanah Jakarta. Sampai akhinya aku menemukan Samboja yang sedang duduk di atas pasir sambil menghadap ke arah matahari terbenam, meski sinarnya hari ini sudah kalah oleh awan mendung.

Kuhampiri dia, "Samboja," panggilku yang berhasil membuat dia mengadahkan kepalanya.

"Sora?" balasnya tak percaya jika aku ada di sini, di depannya. Dia bangkit dari duduknya, menghadap ke arahku.

"Kok bisa ada di sini?" tangannya, merapihkan rambutku yang diterpa angin.

Aku tatap mata teduh itu, banyak sekali beban, bisa aku rasakan itu, tapi ia seakan menutupinya dengan senyum manis.

"Pak Tamrin yang antar aku," jawabku.

"Kamu kenapa pergi gitu saja?" tanyaku sekarang, dan dia masih merapihkan rambutku.

"Jawab!" pintaku.

Samboja menghembuskan napasnya dengan berat, dia juga melepaskan tangannya dari kepalaku.

SAMBOJA [Lengkap]Where stories live. Discover now