PDH - 4

165 88 22
                                    

"Mau yang pertama atau kedua, Kenzin sama Hellen yang terbaik." Dona melirik kedua keponakan nya itu. Hellen membalas senyuman dan mengangguk. Kenzin diam sejenak.

"Tapi yang di hargain selalu yang nomor satu." Ucap Kenzin dengan segala sesak di dada. Dia masih menahan tangis nya.

.
.
.
.
.

Semua tatapan mengarah ke Kenzin yang baru saja bergumam. Oma Neta menggeleng, "semua di hargain di keluarga ini Kenzin." Ucap sang Oma.

"Lo gak seharusnya bilang gitu, Ken." Mata Hellen menangkap manik mata Kenzin. Kenzin menatap Hellen dengan malas, pasalnya Hellen hanya berpura-pura bersikap baik di depan keluarga.

"Kenzin kenapa kamu bilang gitu, sayang?" Lisa merasa malu karena Kenzin mengucapkan kalimat yang tidak sopan.

Jaka membulatkan mata. Tak percaya dia bahwa anak nya menjawab kakak tertua nya dengan kalimat sekasar itu. Pria berumuran 40 an itu berdiri, berjalan ke arah Kenzin, "ikut Papa." Jaka sudah menarik tangan Hellen menjauh dari meja makan.

Kenzin meringis. Tangan nya sakit, genggaman Papa nya terlalu kuat. "Awss, Pa sakit."

Jaka seperti tak mendengar apapun, dia terus berjalan menuju mobil nya. Lisa juga sudah menyusul di belakang. Mereka bertiga pulang dengan rasa malu.

•••

Pagi ini Kenzin terlambat datang ke sekolah. Satpam sekolah pun tak ingin membuka kan gerbang sebelum ketua OSIS sendiri yang membuka nya. Kenzin mendengus kesal. Tapi ternyata Rezvan juga sama sepertinya, terlambat.

Gadis itu melirik ke arah Rezvan yang santai duduk di atas motor nya. Mungkin terlambat adalah makanannya sehari-hari.

"Kak! Kak Rezvan!" Panggil Kenzin. Seperti orang budeg, Rezvan tak mendengar panggilan Kenzin. Ia pun memutuskan untuk mendorong Rezvan dari atas motor nya.

DUG!

Rezvan meringis ke sakitan. Celana dan telapak tangan nya kotor terkena tanah. "Lo ngapain sih?!" Cowok jangkung itu berdiri di depan Kenzin dengan wajah yang penuh emosi.

"Lo tuh gue panggil dari tadi lho, Kak. Tapi lo gak denger. Ya udah gue dorong." Kenzin melipat kedua tangan nya. Matanya sibuk menatap ke arah lain.

"Wah udah beneran gila lo." Kepala Rezvan menggeleng-geleng mendengar alasan Kenzin. "Terus lo ngapain manggil gue tadi?"

Kenzin mengetuk-ketuk dagu nya dengan telunjuk—berpikir. Setelah mengingat apa yang akan dia tanyakan, Kenzin langsung berkata, "Kak Rezvan udah biasa telat kan? Nah jadi lo pasti udah tau, nanti Ketos nya ngehukum gak?"

Rezvan memutar bola matanya malas. Cuman ingin bertanya hal itu dia sampai mendorong dirinya ke tanah?

"Oi jawab kak!" Kenzin mengerutkan alisnya.

"Gak tau." Jawab Rezvan singkat.

"Wah kampret nih orang. Gak jelas."

"Lho kok malah gue yang kena salah?"

"Gak tau."

"WOI LO BEDUA!" Teriak seorang cowok dengan seragam rapi nya. Rambutnya pun tampak lebih rapi.

PELANGI dan HUJAN || NA JAEMINDonde viven las historias. Descúbrelo ahora