06: Sahabat

1.4K 100 0
                                    

Happy Reading....
Azka termenung menatap pantulan dirinya didepan cermin. Kedua tangan bertumpu pada wastafel dengan kuat. Wajahnya lesu, kedua tangannya banyak luka goresan cambuk yang dilayangkan Muson semalam.

Diruang tengah Regaza sedang sarapan bersama Muson. Hanya dua orang saja. Namun makanan yang tersaji sangat banyak dan beraneka ragam.

Karena posisi Azka sekarang ada di kamar mandi. Mau tidak mau, jika dia ingin berangkat ke sekolah, dia harus melewati ruang tengah terlebih dahulu.

Azka menarik nafasnya panjang, ia memantapkan langkahnya untuk melewati kedua manusia yang sangat amat sering menyiksa dirinya.

"Hei." Panggil Regaza.

Seketika Azka berhenti berjalan,

Azka menoleh menatap Regaza, "Bawain tas gue sekalian."

Azka mengesahkan nafasnya, sabar.

Dia membalikkan badannya berjalan menuju kamar Regaza yang terletak di lantai atas.

Sekarang ada dua tas yang berada di punggung Azka. Memang berat, dia tidak bisa berbuat apapun selain menuruti semua kemauan Regaza. Apalagi dirumah ada Muson, Regaza akan semakin menjadi-jadi.

Langkah Azka tiba-tiba oleng didepan rumah besarnya. Mendadak   sakit kepala itu datang menghujaninya tanpa ampun. Pembantu Azka yang tengah menyiram bunga ikut heran saat melihat Azka terduduk di kursi kayu berwarna putih itu.

"Kenapa Mas?" Tanya wanita paruh baya yang Azka sebut dengan sebutan, 'Bibi'.

Azka menunduk memijat kepalanya, pandang dia juga berkunang-kunang sekarang.

"Minum dulu Mas." Bibi mengeluarkan sebotol air putih yang Azka taruh disamping kiri tasnya.

Azka menerima air putih itu dengan tangan yang bergetar,

"Makasih Bi." Ucap dia sambil mengusap peluh di keningnya.

"Aku berangkat dulu."

"Loh, yakin mau sekolah Mas?"

"Yah yakin lah Bi." Jawab Azka menggendong kedua tasnya.

"Tadi sampean lemes banget lho." Ucap Bibi khawatir.

"Udah mendingan kok abis minum tadi." Azka sengaja menyingkirkan rasa pening itu. Walau tidak bisa dipungkiri kepala dia sekarang seperti dihimpit batu.

"Arg.. Ssh.." Azka memejamkan matanya, sesaat setelah mengatakan 'mendingan' dia kembali disiksa oleh rasa sakit itu, dan sekarang seolah dua kali lebih sakit.

"Istirahat aja ya Mas ya? Nanti bibi buatin surat izin. Bibi antar ke sekolah Mas Azka." Bibi memegang pundak Azka.

Azka berusaha menyingkirkan tangan bibi dari pundaknya, dia tidak ingin dikasihani seperti ini, "Aku nggak papa bi. Dah ya, aku mau sekolah." Ucap dia menyipitkan matanya.

"Hati-hati Mas."

----

Satu tas ransel hitam sudah Azka taruh dikelas Regaza. Kini dia sedang berjalan menuju ke ruangan kelasnya.

"Azka!" Panggil seseorang dari belakang.

Azka pun menoleh, mendapati Tomi yang berlari dari belakang. "Lo diajak ke kantin sekarang. Bareng Laras."

Azka mengernyit, "Kok lo bisa tau?"

"Tadi gue ketemu dia diparkiran." Tomi menatap keseluruhan wajah Azka yang lebam.

"Lo kenapa? Perasaan semalem baik baik aja."

"Biasa." Azka tersenyum kecut.

"Bokap lo gila Ka. Laporin polisi wae yuk. Gue anter."

AZKARINO✔️[TAMAT]Where stories live. Discover now