☔. harapan sang payung teduh

Bắt đầu từ đầu
                                    

Lana sesegera mungkin mengusap wajahnya agar tak seorangpun tahu. Namun sayangnya pak Dio tahu. Tentu saja, orang yang pertama kali membaca lembaran anak-anak yang lulus kan beliau sendiri.

Pria tersebut menatap Lana iba. Lantas menepuk pundak Lana pelan, berupaya menenangkan anak didiknya tersebut. "Gak papa, jadiin aja pengalaman. Lagipula kamu udah berusaha sebisa kamu, setidaknya hal itu udah bikin bapak bangga."

Srottt...

Lana menarik ingusnya sekuat tenaga. Rasanya ia ingin mengumpat saja, padahal ia cuma menitikkan sedikit air mata, tapi ingusnya kenapa sudah beler sebanyak ini.

"Ta-tapi pak..., saya kan udah malu-maluin sekolah... Saya juga ngecewain bapak..." Ujar Lana lemas.

"Udah gapapaa, lagian gua sendiri seneng kok ikut kompetisi bareng lo." Sahut Caessa yang awalnya hanya diam saja.

Sayangnya Lana sama sekali tak mengindahkan perkataan Caessa. Jujur saja, ia agak jengkel dengan Caessa. Padahal pemuda itu bilang banyak yang tidak bisa ia kerjakan, tapi nyatanya? Caessa lolos dengan berada di daftar nama teratas.

Pak Dio nampak melirik sekilas kearah jam tangannya, lantas ia menyempatkan diri untuk memberikan semangat sekali lagi sebelum pamit undur diri. "Arlana, gak papa kalau sekali-kali gagal, masih banyak kompetisi yang bisa kamu ikuti. Terus Caessa, kamu jangan terus-terusan merendahkan diri. Kasihan temen kamu, padahal kamu sendiri pasti udah yakin bakalan lolos. Lain kali jangan begitu lagi."

Caessa menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal, ia hanya sedikit merasa bersalah. "baik, pak.."

Sedangkan Arlana rasanya ingin sungkeman pada guru didepannya ini. Jarang sekali memang ada guru se peka pak Dio. Tapi ada satu hal yang terasa aneh, kenapa pak Dio tidak memberikan ucapan selamat pada Caessa melainkan malah memberi teguran? Biasanya guru akan sangat memuji-muji anak didiknya yang berhasil hingga muridnya merasa tinggi hati. Atau memang karena dari awal pak Dio memang sudah berbeda dari guru-guru yang lainnya? Entahlah.

"Ya sudah, saya pergi dulu. Saya ada urusan penting." Setelah itu pak Dio langsung melenggang pergi begitu saja meninggalkan Lana dan juga Caessa berdua.

"Selamat ya, Sa. Lu hebat banget bisa lolos ke tingkatan selanjutnya." Celetuk Lana seraya memaksakan tersenyum pada Caessa. Ingat, Lana melakukan ini hanya karena formalitas belaka.

"Ah, iya. Makasih." Respon Caessa singkat.

Entah kenapa atmosfer tiba-tiba berubah menjadi hening. Mereka berdua sama-sama merasa canggung.

"..."

"..."

"Gua minta maaf soal yang tadi, gua gak ada maksud-"

"Gak papa, gue tau kok kalau niat lu baik. Kalau gitu gue pergi dulu, makasih ya udah mau jadi partner gue selama kompetisi." Suasana hati Lana sedang dalam keadaan buruk, yang ia perlukan saat ini hanya ruang untuk sendiri.















****














Bolehkah saat ini Aksa merasa senang? Entah apa yang terjadi dengan mereka, akhir-akhir ini Mars dengan Lana tak pernah sekalipun nampak bersama. Tentu saja hal itu tak boleh Aksa sia-sia kan begitu saja, karena satu-satunya musuh paling berbahaya telah tersingkirkan, maka hari ini juga Aksa akan mengungkapkan perasaannya.

Nampaknya Tuhan sedang berbaik hati pada Aksa. Baru juga ia memikirkannya, Lana sudah ada saja dihadapannya, gadis itu tengah berjalan beriringan bersama salah satu temannya.

Aksa yang hendak mendekati Lana, tiba-tiba mengurungkan niatnya saat mendengar namanya disebut oleh teman Lana. Ia akhirnya memilih menguping saja dari belakang, tak lupa dengan tetap menjaga jarak agar tidak ketahuan. Jika biasanya orang membicarakan orang lain dari belakang, ini malahan membicarakan orang lain dari depan langsung, haha.

"Na, kenalin gue ke Aksa dong. Kalau dilihat-lihat anaknya cakep juga tuh."

"Lah? Si Zafran gimana?"

"Gak tau ah, gak ada perkembangan."

Lana mengangguk paham. "Oke deh, nanti gue bilangin ke Aksa nya."

"Eh eh, tapi lo beneran gak ada rasa ke dia kan?"

"Ya gak ada lah! Status kita itu gak lebih dari temen, Ka."

Krek.

Aksa seketika melotot saat kakinya tak sengaja menginjak dahan pohon hingga patah. Tak hanya itu, hatinya pun juga turut patah mendengar penuturan Lana.

"ANJ-"

Aksa segera membungkam mulutnya sebelum umpatannya terselesaikan. Ia kemudian bersembunyi dibalik pohon yang untungnya batangnya cukup lebar untuk menutupi seluruh tubuh Aksa. Bisa mampus ia kalau sampai ketahuan menguping.

"Eh Na, tadi lu denger suara gak?"

"Huh? Engga tuh. Perasaan lu aja kali."

"Mungkin kali ya."



















-to be continued.



























Halooo

Ini jujur aja, saya gak terlalu berpengalaman tentang dunia olim, pernah ikut sih tapi cuma beberapa kali gitu. Itu pun gak menang😿😿

Jadi maaf bangettt, kalau menurut kalian ceritanya terasa aneh. Soalnya saya itu 70% ngarang, 29% cari-cari informasi di google, 1% nanya kakak rl yang udah berpengalaman. Tapi sayangnya kakak rl saya lagi masa sibuk-sibuknya, soalnya bentar lagi kuliah. Terus kalau saya kebanyakan nanya, takutnya nanti saya di kepoin yang enggak-enggak sama kakak rl saya :'))

Kalau misal diantara kalian ada yang berpengalaman terus mau ngasih tau saya dimana letak kurang dan salahnya, ayo sok ajaa. Nanti biar saya revisi, hehe.

Nah, kalau gitu saya pamit undur diri ya.
Have a nice day!! 😻😻









shade umbrella [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ