ᴇɪɢʜᴛᴇᴇɴ | ⁿᵉʷ ᵖʳᵒᵇˡᵉᵐˢ

425 69 17
                                    

☆━━━━━━━━━━━━━━━━━━━☆
the choice to be made
☆━━━━━━━━━━━━━━━━━━━☆

☆━━━━━━━━━━━━━━━━━━━☆the choice to be made☆━━━━━━━━━━━━━━━━━━━☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Suasana tegang setelah pernyataan mendadak dari Kepala Keluarga Malleyn.

Rose tengah duduk menghadap Sang Ayah untuk 'pembicaraan' penting katanya.

Kepala dimiringkan sembari mengulang kalimat James.

"Pertunangan? Dengan adik Earl Moriarty?"

James menumpu dagunya dengan kedua tangan.

"Ya. Ayah dan Albert sudah membicarakan ini baik-baik, dan dia tidak masalah dengan rencana menjodohkan adiknya."

Meski topik ini mendadak, Rose tetap mempertahankan sikap tenangnya, walau dari matanya terpantul kebingungan.

"Adik yang mana?"

"Putra bungsu. Louis James Moriarty."

Rose berkedip dua kali dengan cepat.

'Hah?'
















































• Manor Moriarty

"Albert-niisan. Nii-san yakin dengan rencana ini?"

Ruang tengah dalam Manor kini tersisa Albert yang duduk tenang dan Louis yang duduk dengan gelisah.

"Tentu saja. Marquess dan aku sudah membicarakan ini baik-baik. Apa kau mengkhawatirkan William, Louis?"

Louis termenung.

Ia berada di antara setuju dan tidak.

Louis selalu mengikuti permintaan kedua kakaknya, jadi sudah seharusnya kondisi kali ini ia akan menyetujuinya.

Dan Louis juga memikirkan kakak kandungnya, William.
Siapapun di Manor Moriarty pasti tahu seperti apa perasaan William pada satu-satunya wanita yang dekat dengannya.

(*Ingat Irene udah jadi Bond!)

Mungkin hanya Moran yang tidak peka karena 'sibuk' dengan 'urusannya'.



















Seusai perbincangan Albert, William, dan Louis tentang kesepakatan antara Albert dan James, William pergi ke luar meninggalkan keduanya.

Antara ingin mendinginkan kepala atau sekadar berpikir kosong akan masa depan.

Tubuh bergerak memerintahkan kaki memasuki taman yang dirawat oleh Fred.

Langkah terhenti kala mata menangkap puluhan mawar yang mekar begitu indah.

Bulu mata menjuntai temani tangan yang meraih setangkai mawar dan memetiknya lembut.

Hembusan napasnya halus menerpa kelopak merah merekah yang menerbangkan nya pergi bersama angin.

Mencium lembut seolah bunga dalam genggamannya rapuh dan mudah hancur.

Ah, dia ingat.

Rose.

Nama bunga dalam genggaman yang begitu mudah ia capai dan genggam dengan lembut.

Juga sosok seseorang yang tidak bisa digapai maupun digenggamnya.

Apakah ini hukumannya atas kesalahan lampau maupun sekarang, sehingga Tuhan pun tidak mengizinkan ia memenuhi 'perasaan' baru yang 'disadarinya'.

Ah tidak.

Jika pujaannya berakhir bersama sang adik bukankah itu akan membuatnya aman?

Akan lebih baik?

Dialah yang akan menebus semua perbuatan mereka saat rencana terakhir selesai.

Karena itu 'dia' tidak perlu ikut menanggung dosa yang diperbuatnya, dan hidup aman bersama sang adik.

Adiknya yang akan selalu dia jauhkan dari perbuatan 'kotor'nya.

Mereka akan menjadi pasangan sempurna yang 'tak terciprat noda merah yang menggenang di sekeliling.

Kepalanya menengadah pada awang-awang langit yang terpoles biru pesona.

Benar.

Ini sudah cukup baginya.

Meski 'perasaan'nya 'tak akan tersampaikan, ia tetap puas dengan semua ini.

Meski untuk pertama kalinya ia merasakan perasaan asing yang menyejukkan ini.

Terimakasih, setidaknya ia akan mengingat saat-saat di mana dirinya sepenuhnya menyadari seperti apa 'perasaan'nya pada sosok itu.






























Janganlah gelisah, karena aku telah menetapkan akhir yang berbeda untukmu,

























Finished: 02/03/22
Vote and komen







Finished: 02/03/22Vote and komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


>3

𝗱𝗶𝘀𝘁𝗮𝗻𝗰𝗲   [ ᴡɪʟʟɪᴀᴍ ᴊ. ᴍᴏʀɪᴀʀᴛʏ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang