10. mother-in-law's house

66 7 0
                                    


Kami sampai di rumah ibu mertua tiga puluh menit kemudian. Ibu mertua atau yang lebih akrab ku panggil mamah, dia sudah menunggu diruang tamu. Dia langsung memelukku erat dan mencium seluruh wajahku.

"Oh ya Tuhan, ibu sangat merindukanmu." Gemasnya mengusap wajahku.

"Ayo duduk dulu, kau sudah makan siang?" Tanyanya lagi sembari menuntunku duduk disofa panjang.

"Sudah mah, kami baru kembali dari rumah ibu." Jawabku tersenyum.

"Ah begitu. Kalau begitu biar kalian makan malam saja disini. Akan ibu masakan untukmu."

Ibunya Jong In ini sangat menyayangi ku, dia sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Dia juga yang membuatku nyaman bergabung dikeluarga baru dengan sikap ramahnya yang membuatku cepat beradaptasi dengan kebiasaan dikeluarga besar Kim.

Mamah memang pada dasarnya mendambakan seorang anak perempuan, tapi karena setelah melahirkan Jong In ia mendapat komplikasi dan mengharuskan pengangkatan rahim, ia jadi tidak bisa memberikan Jong In adik perempuan. Jadi, begitu putra satu-satunya menikah, nyonya Kim menjadi sangat senang karena bisa memiliki anak perempuan sebagai menantunya.

"Oh iya mah, aku bawakan buah persik kesukaanmu." Ucapku menatap Jong In yang membawa buahnya.

Ah iya, aku lupa Jong In juga ikut kemari. Ibu mertua membuatku tidak bisa berpaling darinya sih, xixi... Biarkan Jong In merasakan apa yang aku rasakan kemarin.

"Kenapa harus repot begitu?! Kau datang kemari saja, ibu sudah senang." Ucap mamah. "Kau taruh di dapur biar bibi Ma yang mengurusnya." Lanjutnya menyuruh Jong In.

Jong In menghela nafasnya. "Ibu bahkan tidak menyapaku? Aku baru pulang setelah lima tahun, apa ibu tidak rindu padaku?" Rengeknya.

"Kalau begitu, harusnya kau menemui ibumu ini lebih awal. Itupun jika kau ingat."

O-ooke, ucapan ibu sepenuhnya benar. Jong In ini, dasar anak tidak berbakti.

"Sudah sana pergi, ibu ingin mengobrol dengan putri ibu." Ucap mamah mengusir Jong In.

Jong in berdecak sebal dan bergumam kesal melangkah pergi.

Aku hanya bisa terkekeh melihatnya. Kenapa aku merasa puas melihat Jong In kesal begitu?

Haruskah kami bertukar posisi? Aku jadi anak keluarga Kim dan dia jadi putra keluarga Im? Rasanya begitu, ibu kami menyayangi dengan terbalik.

Aku dan mamah kini sudah pindah ke rumah kaca. Selain suka lukisan, ibu mertua juga pecinta tanaman hias. Rumah kaca ini salah satu dari banyaknya bukti kasih sayang ayah mertua pada ibu mertua. Ya, tidak tanggung-tanggung, ayah mertua membangun rumah kaca yang cukup besar untuk istrinya yang juga dilengkapi berbagai tanaman-tanaman hias yang tentu saja harganya tidak main-main karena sebagian besarnya adalah tanaman langka dan dari berbagai belahan dunia.

"Jadi, bagaimana Jong In?" Ucap mamah yang tengah menyiram bunga mawar miliknya. "Apa dia menyusahkanmu?"

"Ya?" Aku sedikit kebingungan. "Sama sekali tidak."

"Jong In itu anak yang tidak bisa mengungkapkan perasaan nya, dia cenderung menyembunyikannya. Dari luarnya saja kelihatan sangat tegas, tapi sebenarnya lemah." Ucapnya memetik beberapa bunga dengan hati-hati.

Aku hanya diam mendengarkan mamah dan membantunya mengumpulkan bunganya.

"Ibu tau dia sangat egois, bagaimana bisa dia meninggalkanmu sendirian selama ini." Ia menghela nafas panjang. "Anak itu benar-benar."

Ibu menghampiri ku kembali lalu menggenggam tanganku yang tengah membawa keranjang berisikan bunga yang tadi dipetik. "Dengar sayang, selama ini kau melalui banyak hal berat sendirian. Jangan pernah merasa tidak memiliki siapapun, ibu ada disini untukmu. Ya? Ibu akan selalu mendengarkanmu jika kau butuh teman mengobrol. Ingat itu!"

minus husband _Kim Jong InWhere stories live. Discover now