Extra Chapter

5.2K 315 7
                                    

Seorang gadis dengan penutup telinganya itu berjalan melewati keramaian kota Melbourne dengan buku-buku ditangannya.

Sesekali ia bersenandung pelan. Sweet love then--Lagu yang kini ia suka. Lagu yang sangat mengingatkannya pada masa itu. Masa bahagianya kala itu. Ia tersenyum kecil.

Plakkk!

Gladisa Allinata. Gadis itu memegang pipi dengan senyumnya. Kalau biasanya ada seseorang yang membelanya, kini ia terlantarkan dikota empat musim sehari ini.

"Who do you think you are, feeling the greatest, huh?" Ketus gadis bule yang Allin kenali, teman seperkuliahannya. Ambelin.

Ambelin menarik rambut Allin yang bahkan tak mengelak. Gadis itu pasrah menerima dengan senyum datarnya. Apakah begini menjadi nomor satu di kuliah terbaik? Ia yang harus menerima beban emosi orang-orang kaya yang mendapat nilai dibawahnya?

Melawan pun hanya akan membuat Allin semakin dimusuhi di negara yang asing untuknya ini.

Allin baru saja mendapatkan nilai tertinggi di ujian harian ini. Dan tadi Dosen yang sangat Ambelin sukai adalah pemilik kelasnya. Allin pun tak tahu mengapa harus ia yang disalahkan.

Ambelin melepaskan jenggutannya saat kedua temannya berbisik bahwa Ibunya terus menelponnya. Ah, Ambelin harus les piano.

Mereka meninggalkan Allin. Sendiri dengan keadaan yang cukup kacau.

Allin mengambil bukunya yang jatuh karna jenggutan kasar Ambelin yang membuatnya tersentak hingga membungkuk tadi.

Detik saat Allin mengambil bukunya, sepasang sepatu berdiri dihadapannya.

Aroma parfum ini...

Allin mengenalinya.

Pasti bukan.

Allin berdiri melihat siapa orang dengan parfum tak asing itu.

Matanya berkaca. Sungguh dada Allin sangat sesak melihat pria itu. Pria yang memang benar pemilik parfum yang tak asing baginya.

"Lo bahagia ninggalin gue?" Gumaman yang terdengar sangat hancur itu melintas ditelinga Allin.

Berhasil menyayat hatinya. Tapi Allin tahu, ini semua memang salahnya. Dan ia, tidak mungkin bisa kembali.

"Kenapa Kenta disini?" Tanya Allin tak berani menatap mata Kenta. Gadis itu membuang pandangannya.

Kenta menahan kedua pipi Allin, memaksa menariknya agar menatapnya. "Hampir satu tahun lo ninggalin gue, lo seneng? Lo baik-baik aja?" Tanyanya terlihat kacau.

Allin mencoba melepaskan tapi Kenta tak membiarkan itu.

"Gue minta lo buat tunggu gue, Lin. Kenapa lo segak-sabar itu dan pergi seakan gue cuma sampah buat lo?"

Allin menangis.

"Aku kejar mimpi aku, Kenta. Kamu tau, kamu gak bisa ikut aku kesini. Kenapa kamu tetep kesini. Kamu yang bilang kalau aku tetep ambil beasiswa di Australi, kamu akan putusin aku. Sekarang kita udah putus, Ken. Sekarang aku lepas semua cinta dan kebahagiaan aku demi mati-matian kejar mimpi aku, kamu pikir aku baik-baik aja?!" Allin mengusap air matanya. "Aku tau aku egois. Tapi kesempatan ini gak bisa aku buang gitu aja, Kenta. Aku orang miskin, gimana aku bisa bayar kuliah aku kalo gak ambil beasiswa ini, ha?" Lanjutnya diiringi isak tangisnya.

Sungguh Kenta datang kesini bukan untuk melihat air mata gadis yang sangat ia cintai itu. Ia pikir Allin sudah bahagia dan melupakannya, mengingat bagaimana 11 bulan lalu Allin meninggalkannya dengan lebih memilih beasiswanya daripada dirinya.

Seandainya saat itu perusahaan keluarganya tak sedang krisis hampir bangkrut, mungkin Kenta tidak akan melarang Allin dan akan pergi ke Australia bersama.

"Oma meninggal."

Allin terbelalak mendengar itu.

"Dan lo tau satu hal yang dia minta ke gue?"

Allin terdiam. Sungguh, ia tak mempercayai ini.

"Oma nyuruh gue nyusul lo kesini. Perusahaan udah stabil. Dan gue cuma mau tanya satu hal sama lo."

"Gak perlu ada yang dibahas lagi soal kita, Kenta." Allin takut. Allin sungguh merasa egois saat itu. Dan ia merasa bersalah bahkan untuk berhadapan dengan Kenta lagi.

Kenta menahan tangan Allin saat gadis itu hendak pergi. "Lebih baik gue mati daripada kehilangan lo, Lin. Lo akan kehilangan gue selamanya kalau lo lepasin tangan gue sekarang."

Allin terpaku. "Jangan gila, Kenta."

"Gue gak main-main."

Allin membuang nafasnya lalu menjatuhkan tangannya yang tadinya hendak menarik.

Tiba-tiba Kenta menarik tangannya dan langsung memeluk tubuh gadis itu.

"Lo masih wangi anak kecil." Gumamnya. "Jangan nakal lagi ya, lo gak boleh pergi jauh lagi dari gue."

Allin menangis. "Allin kangen."

Kenta melepas pelukan mereka dan mencium kening Allin dalam.

"Miss u more." gumam Kenta membuat mereka kembali berpelukan.

End~

ABOUT KENTA [Telah Terbit]Where stories live. Discover now