[21] Sebuah lamaran atau peringatan?❈

299 42 4
                                    

Keesokan harinya mereka mendapat rapot kelulusan ujian yang menandakan bahwa kini mereka telah menjadi senior yang hanya tinggal beberapa bulan lagi lulus dari sekolah.

"Hah bau-bau kebebasan sudah tercium"

"Cih, Lo pikir enak apa jadi anak kelas 12? Kagak, asal Lo tau kebebasan yang Lo cium itu akan di bayar dengan kerja keras dan IQ otak Lo"

"Ya terus, lagian kan gua punya temen pinter kayak kalian jadi kenapa ga di gunakan selagi masa ada"

"Rif, Lo ko bisa-bisanya betah serumah dengan orang kayak dia" orang yang di panggil itu hanya menggelengkan kepalanya dan lanjut makan

Hari ini mereka semua di traktir oleh Marisa jadi tiada satu pun orang yang menolak untuk pergi ke kantin walaupun banyak projects tugas yang masih dalam tahapan imajinasi.

"Eh tumben duo bucin belum keliatan dari pagi, apa jangan-jangan mereka mojok lagi di belakang sekolah!"

"Huss, kalo ngomong di jaga mungkin aja mereka lagi makan di tempat lain"

Berpikir positif itu perlu ya kawan supaya otak tidak memproses kejadian yang tidak-tidak walaupun sebenarnya....

"Jadi gimana setelah lulus kamu mau kan ikut sama aku"

Di belakang sekolah Jonathan menahan Lily, tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan mereka dan juga tidak akan ada seorang pun yang bisa membantu Lily jika sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi.

"Sayang hey, jawab dong pertanyaan aku~" lagi-lagi Jonathan yang ber sikap manja muncul di hadapannya lantas jika ia menjawab iya atau tidak semua itu sama saja membawa dia ke liang kuburnya sendiri.

"Lagipula aku tidak akan hidup lama" melihat senyum penuh harap namun memiliki arti lain itu, Lily akhirnya menjawab dengan sebuah anggukan kecil.

Jonathan yang melihat itu akhirnya memberikan  sebuah pelukan besar dan mereka akhirnya pergi dari tempat itu tanpa menyadari seseorang telah menguping pembicaraan mereka.

[Tuan rumah apakah Anda benar-benar menerima lamaran itu?]

"Mengapa aku harus? Ini hanya sebuah taktik agar aku mengetahui apa yang sedang di rencanakan oleh nya!

Berpikir jika dia selalu di dekat penjahat maka ia akan tahu apa saja rencana yang Jonathan siapkan, agar suatu hari dia bisa menggagalkan itu tanpa harus menunggu sampai kematiannya.

"Ini semua sudah berakhir, aku tidak mau lagi" lalu dia melemparkan beberapa tumpukan uang ke arah wanita itu dan meninggalkan nya tanpa melihat kebelakang

"JOSEPH BAGAIMANA BISA KAU MENINGGALKAN KU BEGITU SAJA, AKU BENAR-BENAR MENCINTAIMU. AKU TAHU AKU SALAH, KAU, KAU BISA MENGUNAKAN UANGKU SESUKAMU UNTUK MEMBAYAR KESALAHANKU" wanita itu menangis tersedu-sedu seolah-olah dia adalah orang yang paling di aniaya, dan untungnya mereka sedang berada di tempat kumuh yang sepi jadi tidak ada seorang pun yang akan mengetahui nya.

"Uang bukanlah segalanya, lagipula kontrakku sudah habis dan aku tidak mau melihat wajahmu lagi". Dengan aura intimidasi yang kuat, Joseph berhasil membuat wanita itu ciut dan menahan air matanya sampai bayangan pria itu menghilang.

Kini waktu telah berlalu hari-hari indah di sekolah kian menipis hanya menyisakan tugas-tugas dan ulangan yang akan menentukan nasib para siswa.

"Ana sayang, makan dulu yuk! Bunda udah masakin masakan spesial buat kamu loh, yuk keluar jangan diem di kamar terus"

"Iya bunda nanti Ana ke bawah buat makan, tapi sekarang Ana lagi sibuk nyelesain tugas, sebentar lagi ko" walaupun jawabnya agak lambat tetapi hati bundanya masih gundah gulana karna putrinya itu sering sekali diam di kamar untuk menyelesaikan tugas sekolahnya, tetapi sebagai seorang ibu dia paham bahwa anaknya itu tidak ingin mengecewakan mereka.

KRINGGGGgggggg.....

Suara dering telepon terdengar dari dalam dan dengan enggan Lily mengangkatnya sebelum melihat siapa yang telah menganggu waktu belajarnya.

[Hallo?]

"Iya siapa?"

Ada jeda di balik telepon yang membuat Lily kesal dan mengancam akan mematikannya jika orang di sebrang sana tidak menjawab

[Ini,. Ini aku Joseph, bisakah.... Bisakah kamu datang ke rumahku? Aku... Aku membutuhkan bantuan untuk mengerjakan tugasku!]

"Ah itu kamu, mengapa aku tidak mengajarimu lewat telfon saja? Aku pikir aku juga agak sibuk"

[Aku takut aku tidak mengerti, dan aku juga sedang menjaga ibuku dia baru saja di pulang kan dan aku tidak bisa kemana-mana. Jika kamu sibuk maka tidak usah, maaf karena telah menganggu mu]

Ada rasa tidak enak di hatinya bukanya dia tidak mau tetapi sebenarnya dia sedang berusaha untuk menjauh dari protagonis pria, dia... Dia tidak ingin protagonis wanita yang lebih tua mengetahui nya dan menargetkannya.

"Baiklah, tetapi hanya sebentar setelah kamu paham aku akan segera pergi, tidak masalah kan?"

[Tidak apa, selagi kamu datang aku benar-benar berterimakasih]

Menutup telpon ia akhirnya mempersiapkan diri dan meminta ijin kepada orangtuanya bahwa ia akan pergi kerja kelompok walaupun bundanya sudah mempersiapkan bekal untuk di perjalanan, dia menolaknya dengan alasan dia sedang tidak lapar lalu buru-buru pergi menuju mobil bersama dengan Chris.

Mobil melaju dengan kecepatan stabil dan ketika itu mencapai tujuan Lily segera membuka pintu sebelum kakak nya memperingati

"Jangan pulang terlalu larut, hubungi aku jika sesuatu terjadi" dengan anggukan Lily berpamitan dan segara pergi dari sana.

Mengetuk pintu besi itu dengan sekuat tenaga Lily akhirnya berhasil membuat pemilik rumah keluar. "Apakah Tante sudah sembuh? Bisakah aku melihat nya terlebih dahulu?"

Tanpa menjawab Joseph hanya membiarkan pintu terbuka yang menandakan ia memperbolehkan Lily masuk, dan tanpa sepengetahuan Lily ia dengan terampil mengunci pintu.

Damn TransmigrasiWhere stories live. Discover now