Bab 28 - Tanpa Kata

11.1K 1.3K 10
                                    

“Sagara.”

Suara panggilan dari seorang pria yang terdengar lemah membuat tiga orang yang berada di sofa menoleh secara serempak ke arah ranjang. Terlihat Ayah Sagara telah sadarkan diri. Pria itu menatap ke arah Sagara dengan sorot lemah.

Sagara menahan napas sesaat. Lelaki itu melepaskan tautan tangannya dengan Nasya lantas beranjak dari duduknya, ia melangkah mendekat ke ranjang Sang Ayah dengan raut datarnya. Namun, terpancar sorot lembut di matanya.

Seulas senyum terbit di wajah Sang Ayah. “Ayah senang kamu datang,” ucapnya dengan suara lirih.

Sagara terdiam. Perasaannya campur aduk. Di satu sisi ia ingin bertanya banyak hal terkait sesuatu di masa lalu, tetapi di sisi lain dadanya terasa begitu nyeri melihat Sang Ayah terbaring lemah.

Tangan Ayah Sagara terulur perlahan ke arah Sagara. Dengan ragu Sagara menyambutnya lantas menggenggamnya pelan. “Maafkan Ayah,” ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

“Buat apa?” tanya Sagara sembari menahan diri sekuat mungkin untuk tidak bersedih.

“Ayah tidak tahu selama ini kamu mendapatkan siksaan dari ibu tirimu dan kakak tirimu. Maaf. Ayah benar-benar gagal menjadi seorang ayah,” sesalnya.

Bola mata Sagara membulat sempurna, lelaki itu tampak kaget. “Ayah tahu dari mana?”

“Ayah sudah mencari tahu semuanya. Maaf sekali lagi, selama ini ayah tidak tahu apapun. Mengapa kamu tidak mengatakannya kepada ayah dan memilih untuk menutupinya?”

Kepala Sagara menunduk, lelaki itu memilih untuk tidak mengatakan apapun.

“Rendy akan membantumu mulai sekarang. Ayah berjanji setelah ini tidak akan ada yang bisa menyakitimu,” ucap Ayah Sagara terdengar mantap.

Sagara tampak tertegun. “Tapi ayah gimana?” Kalau Rendy beralih membantunya, kemudian siapa yang akan membantu ayahnya? Begitulah pikir Sagara.

“Tenang saja, hidup ayah tidak akan lama lagi. Kamu lebih membutuhkan Rendy daripada ayah,” ucap ayah Sagara sembari menepuk-nepuk punggung tangan putranya dengan pelan.

Mendengar Sang Ayah mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi membuat Sagara teringat dengan perkataan Rendy beberapa saat yang lalu. Genggaman tangan lelaki itu kepada Sang Ayah mengerat dan sorot matanya berubah tajam.

“Kenapa ayah nggak cerita?” tanya Sagara dengan suara tegas.

“Apa maksudmu?”

“Soal Nendra yang meracuni ayah.” Sagara tampak geram saat mengatakannya.

Ayah Sagara mengulas senyum miris. Pria itu menghela napas singkat. “Jadi kamu sudah tahu? Apakah Rendy yang memberi tahu?”

“Nggak penting siapa yang ngasih tahu, kelakuan Nendra udah keterlaluan. Ayah nggak mungkin bakal diam aja dan ngebiarin Nendra kan?”

Ayah Sagara memilih bungkam, pria itu hanya mengulas senyum tipis.
Sagara melepaskan tangan Ayahnya, lelaki itu menatap Sang Ayah dengan sorot tak percaya. “Nendra berniat—Ah, bukan, Nendra membunuh ayah secara perlahan dan ayah mau diam aja? Jangan bercanda!” teriak Sagara dengan dada bergerak naik turun menahan emosi.

“Ayah sudah bersalah, kepada kamu dan kakak tirimu. Kelakuan Nendra dan kamu adalah hasil dari perlakuan ayah ke kalian. Ayah pantas menerima semua ini."

Sagara mendengkus. “Ayah bodoh.”

“Ayah sangat mencintai kamu dan ibumu,” ujar Ayah Sagara, ia sengaja mengganti topik pembicaraan.

Sagara berdecak kesal. Lelaki itu menatap Ayahnya selama beberapa detik sebelum berbalik. Melangkah pergi meninggalkan ruangan dengan tangan terkepal kuat.

His Future (TAMAT)Where stories live. Discover now