Bab 22 - Meledak

12.8K 1.4K 25
                                    

Nasya terdiam kaku mendengar pengakuan Sagara. Ia menelan ludah dengan mata yang bergerak ke arah lain. “Gue … ”

“Gue nggak akan nuntut lo buat ngasih tanggapan, cuma mau ngutarain apa yang gue rasain aja,” potong Sagara. Lelaki itu beranjak menaiki motor Nasya dan menyalakan mesin. “Naik, Nasya.”

“Oh? Ya,” sahut Nasya masih dengan sisa keterkejutan.

Dengan perlahan Nasya membonceng Sagara. Sebelum lelaki itu melajukan kendaraan, ia berujar, “Pegangan.”

“Ya? Oke.” Nasya merutuki dirinya yang tampak linglung saat ini. Pernyataan suka dari Sagara berhasil membuat jantungnya berdegup begitu kencang sekaligus dirinya dilanda kebingungan. Maklum, ia belum pernah mendapatkan pernyataan suka dari lelaki manapun sebelumnya.

Nasya memegang pinggiran motor. Namun, gadis itu menegang ketika tiba-tiba tangan Sagara meraih pergelangan tangannya dan melingkarkan kedua tangan gadis itu ke pinggang Sagara. Selama beberapa detik dapat Nasya rasakan kalau Sagara mengelus punggung tangannya menggunakan ibu jari lelaki itu sebelum melepaskannya dan mulai melajukan kendaraan.

Kontan, Nasya menegang kaku dengan tubuh yang seperti tersengat listrik. Ia terbelalak kaget karena dua hal. Satu, tindakan tak terduga dari Sagara. Dua, kulit tangannya yang bersentuhan dengan kulit tangan Sagara. Ia kembali mendapatkan penglihatan akan masa depan Sagara. Lagi-lagi yang ia dapatkan adalah penglihatan yang buruk.

Tangan Nasya masih melingkar di pinggang Sagara walaupun mereka sudah memasuki gerbang sekolah. Gadis itu tengah melamun sampai tidak menyadari kalau mereka sudah tiba di sekolah.

“Nasya,” panggil Sagara ketika lelaki itu selesai memarkirkan motor di parkiran sekolah. Ia mengernyit heran dengan Nasya yang terdiam sejak tadi, bahkan tangan gadis itu masih memeluk pinggangnya.

Sagara melepas helm lantas menoleh ke belakang. “Nasya,” panggilnya sekali lagi dengan suara lebih keras.

Suara Sagara kali ini berhasil membuyarkan lamunan Nasya. Gadis itu terkejut dan dengan cepat melepaskan tangannya dari pinggang Sagara. “Oh, udah sampai,” ucapnya sembari bergegas melepas helm dan turun dari atas motor.

Nasya mengedar, menatap seisi tempat parkir di mana ada beberapa siswa yang tengah memperhatikan dirinya dan juga Sagara. Astaga, apakah mereka juga melihat kalau tadi Nasya membonceng Sagara sembari memeluk pinggang lelaki itu? Oh, tidak, Nasya ingin kabur sekarang juga karena malu.

“Lo kenapa?” tanya Sagara yang menyadari keanehan Nasya sejak mereka berboncengan. Tadi saat di jalan Sagara beberapa kali memergoki Nasya yang tampak melamun.

Nasya menoleh ke arah Sagara lantas mendongak. Mulut gadis itu terbuka hendak berucap sesuatu, namun ia urungkan. Untuk sesaat matanya menampilkan sorot iba kepada Sagara. Bagaimana bisa ia kembali mendapatkan penglihatan buruk?

“Gue nggak apa-apa,” jawab Nasya. “Gue ke kelas duluan, kita pisah di sini aja."

***

“Ra, lo mau ikut olahraga nggak?” tanya Arhan sembari beranjak duduk di bangku kosong sebelah Sagara.

Sagara mengangguk sebagai jawaban. “Gue ganti baju dulu.”

“Eh, bentar, lo udah sehat? Kemarin lo nggak enak badan, hari ini izin aja nggak ikut olahraga,” saran Arhan.

Bintang yang sejak tadi berdiri di sebelah Arhan hanya mampu mengernyit bingung. Sejak Arhan memutuskan untuk berteman dengan Sagara, sampai sekarang lelaki itu masih belum tahu alasannya.

“Gue nggak apa-apa,” sahut Sagara lantas beranjak dari duduknya. “Gue ke ruang ganti duluan.”

Sagara melangkah meninggalkan ruang kelas sambil membawa seragam olahraga yang ia pinjam dari Arhan. Sekali lagi, untung saja Arhan memiliki dua pasang seragam sekolah. Langkahnya terhenti saat melihat beberapa ruangan yang merupakan ruang ganti laki-laki di depan sana. Namun, sayangnya ruang ganti yang hanya ada lima membuat Sagara harus rela antre karena banyak siswa lain yang juga akan berganti pakaian.

His Future (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang