Akhirnya, Gista menurut. Dia memanjat dinding itu dengan lebih dulu meminta Manggala menutup matanya. Dengan bantuan Manggala Gista sudah sampai di atas. Bergegas laki-laki itu memanjat menyadari empat orang anggota OSIS itu telah menuju ke arahnya.
Memandang ke bawah sana Gista meminta Manggala untuk turun terlebih dahulu dan menangkapnya dari bawah. Bukannya Gista takut dengan ketinggian. Seorang Gistara Arabhita tidak pernah takut dengan ketinggian. Hanya saja keadaan kakinya saat ini masih sakit dan ia juga ia mengenakan gaun dan sendal jepit. Jadi, ia tidak bisa mendarat dengan sempurna nantinya.
"Gal! Buruan turun! Itu mereka udah deket!" geram Gista karena empat orang anggota OSIS itu sudah berada beberapa langkah lagi di depan tembok.
Menengok ke belakang sebentar Manggala langsung menyelipkan tangannya di tengkuk Gista dan lipatan pahanya. Membuat gadis itu memekik dan refleks melingkarkan tangannya di leher Manggala. Gista mejamkan matanya kala merasakan tubuhnya seperti dibawa melayang.
Bruk!
Gadis itu membuka matanya dengan napas yang terengah dan jantung yang berdegup kencang. Dia menatap mendongak menatap Manggala yang terlihat santai.
Gila! Bisa-bisanya Manggala menggendongnya ala bridal sytle sambil melompat ke bawah. Ia benar-benar merasa seperti tengah dibawa terbang oleh superhero.
"Lo gila!" umpat Gista. Gadis itu berniat melompat turun, namun urung ketika Manggala justru membawanya lari dengan ia yang masih berada di gendongan laki-laki itu.
Berkali-kali Gista meminta Manggala menurunkannya. Laki-laki itu malah makin mempercepat laju larinya seolah tengah membawa karung berisi kapas yang tidak ada apa-apanya baginya.
Yang ada dipikiran Manggala saat ini hanyalah satu. Kabur. Laki-laki beralis tebal itu tidak mau sampai tertangkap oleh anggota Osis dan diseret paksa ke lapangan lalu disandingkan dengan Bianca. Respect-nya pada Bianca telah hilang semenjak gadis itu menggodanya dan nyaris menjatuhkannya ke jurang neraka.
Gista tidak tahu kemana Manggala membawanya ia hanya memejamkan mata karena digendong sambil berlari seperti ini membuat kepalanya terasa pusing.
Berhenti di bawah pohon pinggir jalan, Manggala menurunkan Bianca. Dia duduk menselonjorkan kakinya dengan napas yang putus-putus. Keringat sebesar biji jagung menetes dari kedua pelipis dan melewati lehernya.
"Lo waras nggak sih, Gal?" Gista menghardik. "Lari-lari kayak gitu. Lo pikir gue nggak pusing apa. Lo pikir gue nggak malu diliatin banyak orang."
Manggala mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Benar. Beberapa orang dan pengendara yang melewatinya, menatapnya seolah mereka adalah pasangan pengantin yang kabur di hari pernikahan karena menolak untuk djiodohkan. Atau bisa juga pasangan kekasih yang nekat kawin lari meski tak direstui. Mengingat pakaian yang mereka kenakan seperti ini yang selain bagus juga tampak serasi.
"Nggak papa. Yang penting gue bisa kabur dari si Bianca," jawab Manggala dengan napas yang terengah-engah.
***
Di lapangan sekolah acara pemilihan putra dan putri sekolah terpaksa dihentikan karena Bianca yang terus mengamuk. Perempuan dengan dress berwarna peach itu sudah melepas tatanan rambutnya yang disanggul. Membuat dandanannya menjadi awut-awutan.
"AARGHHH! GUE MAU MAU MANGGALA!!"
"GISTA SIALAN! INI SEMUA GARA-GARA LO ANJING!"
"DASAR JALANG! BITCH! BABI!"
Bianca terus berteriak dan memberontak dari cekalan beberapa guru ia bahkan berani menendang kaki salah seorang guru dengan heels-nya sampai terjatuh. Gadis itu baru berhenti ketika melihat Hendri, papa tirinya menghampirinya.
YOU ARE READING
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 89 (END)
Start from the beginning
