Part 28 | 50 Shades of Lie

4.6K 1.1K 440
                                    

People will bleed you, dislike you, rate you, and break you. But how strong you stand is what makes you.

_______________________________________













"AKU capek miskin. Gimana caranya keluar dari zona itu secepetnya?"

"Goal-ku punya penghasilan semiliar setahun. Jadi mentorku, bantu aku raih itu."

"Rumusin strategi supaya aku bisa hidup tanpa kekurangan lagi, dong," pinta si anak konglomerat pada mantan peminum air keran masjid, anak sulung, terseok-seok jadi tumpuan nafkah keluarga, nyaris bunuh diri, dan pecatan direktur keuangan.

Luar biasa! Level kebohongan Ana terlalu hebat sampai Deo terkecoh. Tidak Radean, Pak Danu, Ana... semuanya kompak membodohi dan memanfaatkan Deo habis-habisan.

"Kamu tinggal minta sekoper uang ke ayah kamu, tapi malah menipu saya, Ana." Punggung Deo menegak demi menghalau desakan meremukkan Ana. "Oh, atau kamu memang lebih suka melihat orang tolol nekat melakukan segalanya untuk kamu?"

Sel-sel otak Ana berputar cepat, membawanya pada satu kesimpulan ringkas tentang penyebab kemarahan Deo. Laki-laki itu tahu segalanya.

Ana menggeleng patah-patah. "D, kamu salah paham. Enggak. A-aku enggak gitu." Ada hal yang tidak Deo pahami. Pantas saja dia marah dan merasa dimanfaatkan.

Rambut hitam Deo yang biasanya tersisir rapi jatuh menutupi kening. Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar, menyugar rambutnya ke belakang, lantas tertawa tertahan.

"Tinggal di Bukit Timah yang harga huniannya berkisar sembilan ratus miliar rupiah, bersekolah di Instudia yang biaya per tahunnya menghabiskan empat ratus juta rupiah, kuliah di Global University tanpa beasiswa dengan annual tuition fees empat ratus lima puluh juta... woah, dengan privilese sespektakuler ini, kamu justru menjadikan saya batu pijakan. Hebat! Haruskah saya beri standing applause?"

Sebagai realisasi, Deo meletakkan tabletnya untuk bertepuk tangan. Yang kaya siapa, yang mengaku miskin siapa. Jempolan sekali Ana mengelabui Deo sampai minta dibantu untuk memperoleh semiliar pertama. Keren!

Mata Ana bergerak tak tentu arah. Di bawah tatapan menusuk Deo, ia terdorong ke dua kutub. Jujur dan mati, atau bohong dan kehilangan. Mana yang harus dipilihnya?

"A-aku..." anyir darah dari bibir bawah yang digigit kuat pada akhirnya membuat Ana berani memandang Deo, "aku terpaksa lakuin itu-bohong ke kamu-karena kamu pasti enggak akan mau bantuin aku andai tahu latar belakangku."

"Memang! Anak bos besar Axon memanfaatkan mantan pengamen, kamu melawak, Ana?" Tatapan Deo menajam ketika tubuh perempuan di depannya gemetar menahan tangis. "Saya mungkin bisa mempertimbangkannya andai kamu jujur sejak awal, tapi apa?"

"Sayangnya sejak awal aku enggak punya pilihan jujur."

"Oh ya? Kenapa? Biar orang-orang memandang kamu hebat, padahal kamu masuk ke Verizon pun atas koneksi ayah kamu, duhai Putri Zeyhan Malik?" decak Deo. Ana berkata seakan hak istimewa yang didapatnya merupakan aib. Cih! Munafik!

Seketika Ana terbunuh. Cahaya harapan yang sempat menyala redup digantikan gulita. Kalimat menusuk Deo-lah penyebabnya. Ana tertawa miris.

"See? Inilah yang kumaksud." Orang-orang teramat mudah meremehkannya begitu tahu status aslinya. Ibaratnya, Ana menunjukkan lehernya, Deo langsung menggoroknya. "Aku masuk ke Verizon tanpa bawa latar belakang sama sekali, rintis usaha sendiri, dan terima dihujat kamu setiap hari. Enggakkah itu berarti sesuatu?"

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang