Part 16 | No Actions, Talk Only

4.8K 979 331
                                    

Cewek saja mau kerja keras demi hidupnya, masa cowok gampang banget ngajakin hidup susah?

Aku + kamu = mending enggak usah!

_______________________________________











KIAMAT pasti sebentar lagi! Ana yakin itu!

Seribu satu dugaan mulai dari kerasukan lelembut, terbawa suasana, terjaring bujuk rayuan setan... sumpah, pertanyaan Deo tergolong tanda-tanda kiamat di akhir zaman.

Ana menarik tangannya kembali ke sisi tubuhnya, syok. "Bapak butuh tampolan atau bogem mentah?"

Kambing makan kambing! Barusan Deo menasihatinya supaya jangan melibatkan orang lain sebelum selesai dengan diri sendiri, eh baru lima detik, pindah haluan meminta ciuman. Cari ribut dia?

Keseriusan Deo pecah. Laki-laki itu menjauhkan badan kemudian tertawa terbahak-bahak. "Good. Kamu lolos tes, Ana."

Finally, she got the point! Pertanyaan tadi hanyalah faktor penguji sejauh mana Ana menyerap sarannya. Tidak disangka mental training-nya sukses dalam sekali tembakan.

Deo masih larut dalam tawa tanpa menyadari ekspresi Ana yang mulai keruh.

"Oh, cuma guyonan?" Sialan! Ana hampir pingsan dua kali, dia malah menjadikannya bahan lelucon?

Sudut bibir Deo terangkat. "Memang apa lagi? Kamu pikir saya akan tertarik dengan perempuan lain di saat saya punya Vivian yang sempurna?" Cih! Deo laki-laki monogami yang berprinsip, mana mungkin ia selingkuh saat menjalin hubungan? "Kubur jauh-jauh imaginasi liar kamu, Ana! Sampai mati pun, kamu hanyalah gunungan masalah yang Arfan titipkan."

Sulit dipercaya tapi nyata, Ana tidak tahu harus apa. Kokok beluk jolokia benar-benar... yikes! Membuatnya alergi! Bila keberatan, kenapa tidak abaikan saja Ana sedari awal? Malah memotivasi, pura-pura peduli, lalu menghujat di penghujung hari. Deo bipolar atau bagaimana?

Selama empat hari tiga malam, Ana pura-pura tidak mengenal si Songong. Begitu cabut dari rumah sakit, kesibukan kerja juga mengurangi intensitas singgungan mereka. Lila dan kawan-kawan memberi Ana seribu satu tips pencegah sengsara karena gastritis, lalu ujung-ujungnya mendistraksi pikiran Ana sepenuhnya saat memarahinya karena pekerjaan.

"Gimana, sih, An? Data yang lo input salah semua! Apa gunanya pake software akuntansi kalau enggak teliti?"

Puluhan jurnal lebih yang diinput, berakhir mabuk angka. Hu-hu, ditambah puting beliung omelan dari Arfan via video call kian menyengsarakan Ana. Wus-wus tepar setengah mampus usai tiba di rumah jadinya.

"Indahnya hidup jika tanpa beban." Muka Deo masam ketika mengulurkan tablet vitamin dan segelas air putih. "Dari Arfan. Mulai sekarang, kamu resmi menyandang gelar beban hidup bagi saya, Ana. Selamat, ya."

Menghadap Tuhan adalah kewajiban setiap insan, tetapi mengirimmu ke hadapan Tuhan itu tugasku!

Ana mencopot sepatu berikut tas tangannya. Di kantor, dijulidi. Di jalan, lelah desak-desakan. Di rumah, dijulidi lagi. Anjir! Maunya manusia bumi itu apa, hah?

"Kamu harus cepat sembuh," senyum Deo mengetat, "karena saya sudah tidak tahan melakukan pekerjaan rumah. Rindu sekali pada Miss Babu."

Ana tersedak. Tablet vitamin yang seharusnya meluncur mulus ke perutnya malah tersangkut di kerongkongan. Ia batuk-batuk sampai nyaris muntah andai Deo tidak menepuk-nepuk punggungnya.

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang