Part 11 | Gema Sentimen

4.9K 1K 334
                                    

Kalau kamu mati, kamu tidak akan sadar kalau kamu mati. Yang repot jelas orang lain.

Begitu pula kalau kamu tolol.

____________________________________













TO say he was surprised was a complete utter understatement.

Butuh stretching tiga puluh menit setiap pagi untuk menjaga kebugaran tubuh, tidur tujuh jam semalam supaya badan tetap prima, push up dan sit up dua ratus kali sehari, headstand, upside down deadlift, back lever, dan segala jenis bodybuilding untuk menjaga Deo agar tidak mudah ditumbangkan.

Akan tetapi, satu pukulan dari Ana saja cukup menyadarkan betapa sia-sianya usaha Deo selama ini. Ia mental dengan cara super tidak elite. Terjengkang.

Sang pelaku berkacak pinggang. "You beat me, I beat you. You hurt me, I hurt you." Ana mengabaikan cenat-cenut yang menyerang buku-buku jarinya. Sorot matanya bertambah garang. "Show me no interest, I'll show you no effort. Put me second, I'll put you last. Enggak ada ya sejarahnya saya jadi protagonis yang terima ditindas. Pak Deo bikin saya jalan tertatih-tatih, saya bikin Pak Deo meriang sebadan."

That shit goes both ways.

Siapa bilang perempuan hanya bisa menerima? Disakiti ya balas menyakiti. Diinjak ya balas tonjok. Dilukai ya balas melukai. Mau-maunya punya mental korban.

Deo mengerang pelan. Berengsek!

"Kamu memukul saya?" Ada setitik ketidakpercayaan dalam nada suaranya. Ia bangkit. "Hanya karena saya mencegah Radean berpikir aneh-aneh waktu tahu kamu tinggal serumah dengan lelaki? Begitukah balasan atas kebaikan saya, Ana?" serang Deo tak terima.

Gaslighting alert. Yang berdosa siapa, yang mau dibuat merasa bersalah siapa. Halah!

"Enggak usah sok baik atuh, Pak." Tangan Ana mengibas. "Bapak ngerusak boneka kesayangan saya aja enggak ngerasa bersalah. Ini malah mau menormalisasi kejahatan pakai alasan kebaikan. Basi, Pak!"

Deo meludahkan darah dari mulutnya. Sialan perempuan ini! "Kalau begitu, saya hanya akan numpang tertawa ketika kamu sadar sudah dibodohi Radean."

"Bodohi? Woah, gagal ngehasut secara personal, pindah haluan nyerang gebetan saya, Pak? Mantaps!" seru Ana heboh.

Gila! Katalog muslihat Deo memang tak ada duanya. Cara apa pun dihalalkan asal bisa menumbangkan mamas gebetan dan Ana. Sungguh, laman Bajingan-Arogan.com pasti kelewat bangga memajang foto Deo sebagai ambasador mereka.

Toleransi laki-laki itu menipis. Emosinya membuncah. "Ini fakta, Ana! Radean hanya menjadikan kamu selingan di saat dia sedang bosan! Dia menggunakan perempuan sebagai hiburan, kamu justru membalasnya pakai perasaan!" sembur Deo.

"Terus saya harus nari hula-hula karena Pak Deo ternyata sepeduli itu sama saya?" dengkus Ana.

"Kamu keturunan Arab-Jawa Tengah. Seharusnya nari Gambyong, bukan hula-hula!"

"Terus Pak Deo jadi barongan yang caplok makhluk enggak berdosa kayak Radean?"

"Ya, dan saya akan lempar Radean beserta orang-orang terdekatnya ke kawah neraka! Ana, berhenti mengklasifikasikan Radean sebagai protagonis. Dia itu iblis berwajah malaikat!" bentak Deo hilang kesabaran. Alis laki-laki itu merapat, hidungnya mengerut, sementara kumis kandelnya bergerak-gerak. Ana gagal fokus.

Yada, yada... kenapa berewok Deo terlihat menarik sekali untuk dijambak? Amboi, itu berewok tidak dicukur berapa abad? Kalau Ana menjambaknya kuat-kuat, akankah gen jahat di tubuh Deo ngecling semua?

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang