Part 15 | Love-Life Balance

4.8K 986 636
                                    

Perlakukan diri kamu sebagai manusia. Saat kamu mengkhawatirkan kenyamanan orang lain, tanyakan juga ke diri sendiri, "Hei, apa kamu nyaman andai begini?"

Saat kamu merasa tidak bisa menolak permintaan orang lain, tanyakan juga ke diri kamu, "Hei, apa kamu baik-baik saja kalau mengiakan?"

Jika bukan kamu yang peduli pada diri sendiri, memangnya siapa lagi?

_______________________________________












Hot News: Akibat Terlalu Bucin pada Gebetan, Perempuan Ini Masuk Rumah Sakit.


Reaksi satu, Arfan bisa jungkir balik seandainya melihat foto Ana viral dengan label bulol-budak cinta tolol-di media sosial.

Reaksi dua, Satria dipastikan tertawa hingga terjengkang jika headline demikian sampai membumi. Duh, Gusti... pingsan gara-gara lupa makan saking semangatnya bertemu gebetan? Utekmu delah ndi ta, Mbokayu?

Ana memegangi kepalanya yang pening. Suara-suara di telinganya terdengar jauh. Tidak jelas ini di mana. Memori terakhirnya berhenti pada keramaian di Kota Tua.

Perlahan, ia membuka mata. Kegelapan langsung menyerbu indranya.

"Pusing." Ana menggeleng pelan. Selama beberapa saat, ia berupaya mengumpulkan kesadaran. Auh, apa mungkin Radean tadi berbalik menolongnya? Laki-laki itu tidak jadi marah karena tahu kondisinya yang lemah?

Atas dasar pemikiran tersebut, ia memanggil, "Radean?" Ana beringsut bangkit. Suaranya serak biarpun perutnya sudah tidak sakit lagi. "Yan, ini di mana? Kok gelap?"

Kersik bunyi memberi tahu Ana jika dirinya tidak sendiri di sana. Lautan gulita memang menghalangi pengenalannya, tetapi jika bukan Radean, siapa lagi coba?

Sosok yang Ana anggap sebagai Radean itu menuntunnya kembali berbaring. Ia mendengar jejak langkah beratnya lalu sunyi. Sunyi yang mencekam.

"Man rabbuka?"

Aksi Ana dalam memijit pelipisnya sontak terhenti. Hah?

"Ma dinuka?"

Satu kedipan, dua kedipan, Ana menelan ludah. Dingin, merinding, gelap. Keheningan ekstra mulai menjalari tulang belakangnya. I-ini bukan di bumi lagi? Apa iya gue bablas ke...

"Om Malaikat, utang saya masih banyak, kok udah diajakin ke alam kubur?" Sekujur tubuhnya gemetaran. Ana menangis histeris. "Kenapa bukan Pak Berewok aja yang duluan? Dosa dia segunung, lebih cocok ketemu Tuhan paling awal."

Tuhan, Ana takut sekali. Kesalahannya bejibun, utangnya apalagi. Kalau dia diseret ke alam barzah sebelum sempat bertobat, pasti siksa kuburnya parah. Buktinya gelap begini. Harus bagaimana caranya nego dengan malaikat supaya jatah hukumannya didiskon?

Bunyi sakelar yang ditekan pada akhirnya menguak kehancuran penampilan Ana. Rambutnya kusut, gaun rumah sakitnya tersingkap, dan selang infusnya terbelit. Lampu menyala terang diikuti gorden yang terbuka lebar.

"Cih! Baru simulasi alam kubur saja kamu sempat-sempatnya menjelekkan saya." Deo berkacak pinggang. Niat hati ingin mengusili Ana malah jadi dirinya yang sebal. "Sembarangan! Saya tobat setiap hari! Bisa-bisanya kamu bilang begitu!"

Ana sesenggukan. "Pak Deo jahat banget. Saya..." terisak lagi, "saya kira beneran alam kubur. Gelap banget."

What a terrible way to wake someone up. Semaput berjam-jam, sambutannya pertanyaan kubur. Deo menyeringai. Strategi pengembalian nyawa Ana lumayan berhasil juga.

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang