Part 18 | Beautifool

3.6K 811 560
                                    

Teman-teman gue banyak yang udah pada mapan, tunangan, nikah bahkan punya anak. Alhamdulillah, gue juga udah. Udah stresss.

____________________________________









TEMPERATUR udara terasa anjlok dua puluh derajat saat Deo mengangkat pandangan. Tak tersirat ekspresi apa pun di wajahnya yang penuh ketenangan.

Ana mengerjap berkali-kali. Berbanding terbalik dari kebungkaman Deo, ia memilih berdeham untuk bertanya, "Kalian makan siang bareng?"

Nadanya pelan tanpa sedikit pun tendensi menghakimi.

Vivian buru-buru bangkit. "Sayang, jangan salah paham. A-aku sama Radean cuma lagi diskusi tentang bisnis sambil makan siang." Satu tangannya yang semula digenggam Radean langsung berusaha menjangkau Deo. "Ka-kamu inget soal hobi ngelukisku? Radean bilang mau pajang karyaku di kafenya. Tolong kamu jangan salah paham."

Deo bergeming lama, sementara Ana manggut-manggut mengerti. Ah, ternyata begitu toh. Pasti tadi Radean sengaja memegang tangan Vivian untuk membujuknya supaya bersedia bekerja sama. Positive thinking saja, mereka kebetulan tampak mesra saat Ana dan Deo menghampiri.

Alih-alih meladeni, Deo justru menarik Ana agar keluar dari resto. Berjalan sekitar beberapa meter, langkah keduanya terhenti ketika Vivian mencegat mereka di parkiran.

"Sayang, tunggu! Dengerin penjelasanku dulu."

Terseok-seok, Ana mengikuti langkah cepat Deo. Mereka akhirnya berhenti sewaktu Vivian mengadang dengan merentangkan tangan lebar-lebar.

"You treat me as a fool, right?" Nada dingin mengawali kalimat Deo. Laki-laki itu tersenyum tipis. "Kamu tahu cerita masa lalu saya dengan Radean. Kamu juga tahu sejijik apa saya dengan Radean. Seminggu ini, kamu minta saya memberikan jarak. I give it. Then, what are doing behind my back?"

"Ya, aku tahu! Tapi, aku enggak punya pilihan lain, Deo!" Vivian menggeleng frustrasi. "Jarak itu enggak akan ada kalau kamu bersedia minta maaf sama papaku. C'mon!"

"Oh, dengan mendekati orang yang saya benci setengah mati itu termasuk tidak punya pilihan?"

"Jangan lupa semua ini juga gara-gara kamu, Deo! Kalau aja kamu enggak keras kepala keluar dari Verizon, aku pasti enggak perlu minta tolong Radean buat ngebujuk kamu begini!"

Vokal tinggi Vivian membuat Ana mengerjap kaget. Astaga, kenapa dia masih di sini coba? Minggat, woi, minggat!

Ana buru-buru pamit. "Anu... punten, Pak Deo, Mbak Vivian, saya mau ke dalem resto dulu buat--"

"Oke."

"Stay."

Balasan nyaris berbarengan itu seketika mengutuk Ana jadi es batu. Dang it! Ini mana yang benar? Usiran Deo atau perintah tinggal dari Vivian? Kanan-kiri masuk jurang.

"Sebagai orang yang diajak Deo makan siang dibanding pacarnya sendiri, kamu harusnya punya rasa tanggung jawab sedikit, Ana! He choose to abandon me and never trying to fix our relationship. See? Dia malah enak-enakan jalan sama kamu." Vivian kembali menginsinuasi. Rambutnya yang terurai bergoyang tatkala menoleh garang pada Ana.

Rasa aman itu seharusnya diberikan pasangan dari kepastian yang mereka bagi. Tempo hari, hubungan mereka masih damai-damai saja sebelum Vivian tahu tindakan gegabah yang Deo ambil. Ia sengaja meminta ruang agar kekasihnya bersedia memikirkan ulang dampak dari keputusannya untuk keluar dari Verizon.

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang