Part 7 | Jurik

6.3K 1.4K 430
                                    

Tuhan pasti punya jalan buat kita, cuma belum dicor aja. Sabar ya.

____________________________________










Pinguin00
Piaaaan, cariin link pesugihan jin Islam. Huweee... aku butuh.






Mengeratkan pelukan pada boneka pinguin di pangkuan, Ana menempelkan keningnya ke touchpad laptop. Panas. Ya salam, belum juga satu masalah selesai, masalah lain datang menghantam. Apakah ini cara Tuhan mengeluarkannya dari zona gabut uhuy-uhuy?

Ia memiringkan wajah menghadap monitor, berpikir keras. Selama dua puluh satu tahun menjabat sebagai asisten dewan mager, Ana tidak pernah mau repot-repot memedulikan sesuatu yang dirasa membuang energinya. Sekadar makan, mandi, kuliah, nonton drakor, jadi babu abangnya, tidur, repeat. Sesimpel itu keseharian Ana.

"Terus tiba-tiba gue disuruh nata masa depan. Cita-cita jadi desainer, eh nyasarnya ke akuntan," monolognya.

Perkembangan pesat orang-orang di sekeliling mau tidak mau memaksa Ana dewasa. Terkadang ia membuka media sosial, mengamati teman-temannya hanya untuk menyadari seberapa jauh ketertinggalan dirinya.

Wah, teman-temannya sudah pada mapan. Bisa beli ini, liburan ke sana, dan kelihatan bahagia. Sedangkan Ana? Tidak jauh berbeda dari yang dulu.

"Apa usaha gue kurang keras dari mereka ya, makanya begini-begini aja?" adalah pertanyaan yang sering ia tuduhkan pada diri sendiri tatkala perasaan tertinggal merajai. Ana juga ingin hidup nyaman, namun nyatanya usaha keras saja belum cukup.

Maka dari itu, dia mengambil risiko-risiko besar yang memicu pertentangan akbar dengan keluarganya. Terjun ke investasi dengan pengalaman nol di mana-mana merupakan alternatif yang Ana kerahkan untuk mengubah keadaan agar "tidak begini-begini saja".

Nyangkut di instrumen saham adalah ujung paling membagongkan dari kesemua hal yang ia impikan. Ketambahan Deo, selamat tinggal organisasi mager sejagat raya.


Oh.Pian
Pesugihan? Buat apa? '-'


Pian sudah membalas. Ana mulai mengangkat kepala.



Pinguin00
Bayar utaaaangggg! Tapi pesugihan jin Islam biar dosaku enggak kebanyakan. Kalau kafir, jinnya suruh mualaf dulu, Pian.




Segera setelah mengetik itu, Ana berguling ke sisi lain ranjang. Rasanya agak malu-malu bagaimana gitu usai membeberkan aib. Masa lima juta saja tidak mampu?

Langit-langit merah muda mengisi renungan depresinya. Kosong. Hanya ada lampu LED, tidak seperti kamarnya di Singapura yang penuh gambar galaksi dan kental nuansa astronomi. Tilikan ini cukup menyadarkan Ana betapa keadaan berubah drastis usai keluar dari perisai keluarga.

Lima juta itu murah baginya... dulu. Sekarang? Untuk biaya makan dan transportasi sehari-hari pun Ana wajib mikir. Tidak ada alternatif mengingat janji mandiri telah ia ikat erat.

Ana mengerang. "Duilah, mana gue belum beli bahan makanan buat sarapan besok pula. Supermarket di Indonesia masih buka enggak jam segini?"

Dikejutkan oleh tanggung jawab terhadap perut, kantuk Ana mendadak minggat. Ia menyambar ponsel, uang tunai, dan jaket pink dari gantungan sebelum keluar rumah. Pukul sebelas malam. Bisa-bisanya ia lupa belanja sehabis pulang kerja.

Usai membenarkan piama, Ana menelepon Arfan. "Abang, supermarket di Indonesia buka 24 jam enggak?" Sunyi senyap. Berasa menelepon patung, padahal jelas-jelas panggilan terhubung. "Aku lupa belum makan, terus besok juga belum punya bahan makanan. Oh iya, di sini bus beroperasi sampai jam berapa?"

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang