Part 24 | Ana Bondowoso

4.6K 1.1K 516
                                    

Aku enggak hedon, makanku juga sederhana, enggak suka foya-foya, tapi pengeluaranku agak gaib-gaib gimana gitu. Duit berapa pun pasti habis.

_______________________________________







IT turned out to be one of dreadful experiences.

Kodok di Islandia pun tahu mendung yang menyelimuti ekspresi Ana mengindikasikan ketidaksenangannya.

"Gimana bisa Pian itu Alan?" Gerakan Ana dalam mencoret-coret layar laptop dengan stylus pen makin beringas. Segenap kekesalannya disalurkan lewat hobi menggambarnya. "Gila! Otak gue nge-lag parah! Demi apa cowok akhlakless itu Pian?"

Sukar dipercaya Pian adalah adik Deo. Sosok bijak yang senantiasa menjadi teman haha-hihi Ana di dunia maya teramat berkebalikan dengan Alan. Tuyul milenial itu berengsek, sedangkan Pian humoris dan bersahaja. Tidak ada mirip-miripnya!

"Saya sudah pindahkan jemuran kamu. Di luar sedang gerimis, Ana." Sodoran gelas berisi cokelat panas mengentaskan pergulatan batin Ana. Deo datang-datang langsung duduk di seberang meja. "Tadi saya juga memindahkan beberapa pot bunga kamu supaya tidak terlalu dekat dengan area jatuhan air dari genteng. Cuaca di Jakarta lumayan tidak menentu. Besok-besok sebaiknya kamu tata ulang tanaman di kebun; pisahkan mana yang butuh air dalam jumlah besar dan tidak supaya tanaman tetap segar."

Ana mengangguk. "Makasih, D. Tahu aja aku lupa soal itu." Sedikit menelengkan kepala, ia menatap Deo yang mengulas senyum simpul. Ana berdeham. "Omong-omong, nama lengkap adik kamu siapa, sih, D? Orangnya kayak gimana?"

Ditunjuknya sketsa punggung yang digambarnya dari foto profil Pian. Deo langsung meminggirkan tabletnya.

"Allovian Keanandra, biasa dipanggil Alan. Marga 'Keanandra' diturunkan dari ibu saya, sementara saya memakai marga 'Sastranegara' dari pihak ayah. Kenapa?" Ekspresi Deo sedikit melembut sewaktu menatapnya bertanya. "Kamu masih kesal karena kejadian kemarin, ya? Saya minta maaf, Ana. Alan sudah kehilangan ibu sejak usianya masih lima tahun, jadi tidak heran bila dia lumayan bandel, nekat, dan luar biasa keras kepala."

Menimbang pengakuan Alan, Deo merasa kurang nyaman jika hanya membiarkan. Wajah Ana sampai kecut seharian, padahal dokter mewanti-wanti Deo supaya menghindarkan Ana dari stres.

"Pantes. Kalau aja bukan adik kamu, udah kutuntut dia!" Ana menggembungkan pipi. Rupanya kurang kasih sayang penyebab kelakuan Alan yang sekarang. "Eh, tapi dia beda banget dari sosok yang kukenal loh, D. Jangan-jangan Pian itu alter ego Alan, ya?"

Tersua jeda yang cukup lama sebelum Deo mengerutkan kening. "Pian?"

"Yep, Pian. Allo-vian," angguk Ana mantap. "Aku punya sahabat virtual yang kukenal dari Chatscape. Namanya Pian. Dia penggemar berat Avenged Sevenfold, Real Madrid, dan suka banget sama lego. Nah, sayangnya beberapa hari yang lalu, dia bilang pengin tutup akun. Aku enggak mau dong kehilangan sahabat sebaik Pian, makanya ngajak dia ketemuan. And guess what? Si tuyul milenial malah nongol."

Sinar keterkejutan menyelimuti Deo. "Jadi, kamu orang yang Alan cari? Pinguin is Ana?" ulangnya memastikan.

"Yep, that's my nickname!" Ana menjentikkan jari. Diangkatnya boneka pinguin pink yang selalu berada di pangkuannya kapan pun ia duduk. "Pinguin itu binatang favoritku, D. Aku selalu pakai nama pena 'Pinguin' buat menghindari dikenalin sebagai Tessa Ariananda. Nama pena itu serupa tembok buat misahin dunia maya dan dunia nyata."

Ada momen-momen di mana Ana ingin membeberkan identitasnya, tetapi selalu berakhir dengan ketakutan bahwa Pian akan menjauhinya. Sikap optimis Ana, rasa percaya dirinya, pantang mundur sebelum hancur... Ana tidak sekeren itu aslinya.

With Luv, Ana [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang