Belum genap seminggu ia dan suaminya pergi ke Belanda, Manggala sudah rewel memintanya pulang untuk me make up Gista nantinya. Sehingga Sinta dan Rama harus membatalakan rencana liburan mereka ke Cappadocia demi anak bontotnya dan calon mantu kesayangannya.

Gista yang merasa tak enak menolak dress itu dan meminta dipilihkan yang lain saja. Namun, karena paksaan Sinta akhirnya dia mau. Gadis itu pun mengikuti Sinta masuk ke ruang ganti khusus sembari menunggu pelayannya mengantarkan dress-nya yang disimpan di ruangannya.

Ganes dan yang lainnya hanya bisa geleng-geleng kepala dengan Manggala. Memang susah melawan cowok yang tingkat kebucinannya sudah akut. Cowok yang jabatannya panglima tempur itu mendadak jadi baby boy.

"Diperhatiin udah, dialusin udah, dibaperin apalagi. Tapi, kok belum ditembak juga sih, Gal? Nggak punya nyali lo?" ejek Janu pada Manggala.

"Takut ditolak kali sama Gista," timbrung Devan menciptakan tawa yang menggema di butik itu.

Manggala hanya mendengus. Ia kembali pada mode biasanya yang sok cool dan pura-pura tidak mendengar ucapan mereka. Bagi Manggala saat ini hanya dengan melihat Gista bahagia itu sudah lebih dari cukup untuk membuat ia turut bahagia.

Kembali mendaratkan pantat di sofa dan mengambil tempat di samping Magenta. Tiba-tiba salah seorang pengunjung butik. Laki-laki namun jalannya melanggak-lenggok dengan tangan yang melambai-lambai langsung menyerobot duduk di tengah-tengah antara Manggala dan Magenta.

"Adududuhh ini cogan-cogan dari mana sichh? Kok ganteng bingits," ucap seseorang itu manja sembari mencubit lengan Manggala dan Magenta bergantian membuat keduanya langsung bergidik geli.

Hendak bangkit seseorang itu malah melingkarkan tangannya di lengan keduanya. Membuat mereka tertahan di tempat.

"Alamaakkk kekar bingits lengannya ih jadi nyaman deh."

Manggala dan Magenta saling menatap sembari mengode melalui mata untuk menyusun strategi agar bisa lepas dari lelaki setengah perempuan di tengah-tengah mereka sekarang. Hal itu sontak membuat yang lainnya menahan geli dengan ekspresi mereka yang tampak risih dan ketakutan. Kecuali seorang lelaki berambut gondrong yang berdiri sambil bersidekap.

"Eh, ini anaknya Mami Sinta, kan, ya?" Orang itu menoleh pada Manggala. "Cakep bingits sih say."

"Ih jadi gemes." Manggala melotot kala hidungnya ditoel oleh seseorang itu.

Magenta langsung menggulingkan tubuhnya ke samping kala tangan bergias cat berwarna pink itu hendak meraih dagunya. Membuat cowok minim kosakata itu jatuh mengenaskan di lantai.

"Oh my God! Ya ampun ganteng! Sini-sini eyke bantuin berdiri!"

Mendapat kesempatan untuk kabur Manggala langsung berdiri dan menghambur di belakang Ganes yang justru mentertawakannya.

"Anjay muka lo, Gal," ledek Ganes melihat wajah ketakutan Manggala.

Sementara, di sisi lain Magenta yang tak kalah ketakutannya langsung menyeret tubuhnya ke belakang kala bencong itu hendak meraihnya. Membuat cowok itu tampak seperti korban pemerkosaan.

Sebelum kakinya sempat diraih oleh orang itu Magenta langsung berdiri dan berlari menuju Devan berniat meminta perlindungan. Tanpa cowok itu sadari bahwa wajah lelaki berambut gondrong itu sudah pucat pasi karena sedari tadi menahan takut. Devan mempunyai trauma terhadap bencong. Beberapa bulan lalu pernah dikejar bencong bahkan nyaris dicium jika saja ia Wira tidak menolongnya.

"Sialan ngapain lo lari ke gue!" geram Devan waspada karena bencong itu menatap ke arahnya bagai mendapat mangsa.

Double shit! Devan mengumpat di dalam hati karena baru menyadari jika bencong itu adalah orang yang sama yang mengejarnya dulu.

GISTARA (END) Where stories live. Discover now