Epilog

25 3 2
                                    

"Kukira kau tidak akan berulah lagi, tapi, apa ini?"

Kedua sejoli itu tersentak kaget. Seolah merasa terciduk karena berbuat yang tidak-tidak. Nafa apalagi, jantungnya berdetak lebih keras dibanding saat dia bersama Ace. Suara wanita itu membuatnya membeku. Tak mampu membalikkan badan dan berharap itu hanya khalayannya saja.

Wanita cantik dengan kacamata hitam itu melangkah masuk. Suara high heels-nya menghiasi keheningan yang dia ciptakan. Berdecak singkat sebelum kembali berkata, "Kau balikan dengannya?"

Nafa menggeleng kuat, bentuk refleks serta rasa takutnya.

"Kalau begitu, kalian ngapain di sini? Udah berduaan di tempat sepi, tapi nggak pacaran? Kau pikir aku bodoh? Cepat jelaskan apa yang kau lakukan sebelum aku menyeretmu pulang sekarang juga!" bentak wanita itu membuat Nafa semakin bergetar. Tubuhnya tak bisa bergerak, bibirnya tertutup rapat.

Ace yang melihatnya mengambil langkah. Berjalan mendekat dan melindunginya. "Kami hanya mengucapkan salam perpisahan sebelum Nafa pindah. Tidak boleh, Tante Diva?"

Diva mendengus. Tangannya melipat dada, mencoba mengintimidasi.

Namun, Ace tidak terpengaruh. "Lalu, apa yang Tante lakukan di sekolah? Seingatku pengambilan rapot masih dua hari lagi."

"Aku? Bukan urusanmu aku ngapain di sini. Nggak penting juga, kan buatmu? Justru kau yang mencurigakan. David bilang kau meracuni anakku untuk menjauh dari orang tuanya. Nggak tahu diri, ya kau! Sudah diberi izin buat pacaran kok malah bertindak yang aneh-aneh. Mana janjimu di awal itu, hah?! Dasar bocah sialan!" omel Diva tak tanggung-tanggung.

Ace sudah menduganya sebelumnya. Namun, tetap saja terasa menyebalkan. Andai dia bukan ibu dari gadis yang dia suka, mungkin Ace sudah memukulnya sedari tadi.

"Aku tidak seperti Anda. Yang memaksa keinginan tanpa mempedulikannya. Membuat anak bagaikan boneka penurut dan menghancurkan semua mimpi-mimpinya. Tak memberikan kehangatan dan kebahagiaan sebagai keluarga," balas Ace dengan sopan tapi tetap, membuat Diva naik pitam.

Wajahnya memerah kesal. Dia ingin membalas, tapi tak mau mengotori tangannya. Alhasil, Diva memanggil pengawalnya. Dua orang pria berjas yang menunggu sedari tadi di luar kelas.

"Akan kuberi pelajaran kau, Bocah Sialan. Agar kau tahu, jangan sekali-kali melawan orang dewasa!"

Lucu, pikir Diva. Pemuda itu menyukai anaknya, tapi berulah kurang ajar pada orang tuanya, pada dirinya. Sebenarnya siapa yang gila? Atau, memang seperti itu wujud aslinya? Diva mendadak bersyukur mereka sudah putus.

Sementara itu, pengawalnya berjalan semakin mendekat. Ace memasang badan meski keringat dingin menetes di wajahnya. Dia akan kalah, pasti. Melawan David saja tidak bisa apalagi oranh yang ahli dalam bidang bela diri? Dia akan merelakan tubuhnya jadi samsak lagi.

"Tunggu!"

Setelah sekian lama terdiam, akhirnya gadis itu bergerak juga. Membalikkan tubuh dengan cepat dan melindungi Ace. Merentangkan tangannya lalu menatap sang ibu dengan berani. Diva terkejut, jelas. Baru pertama kali melihat putrinya melihatnya dengan tatapan seperti itu.

Dia hanya tak tahu, jika Nafa mati-matian menghalau rasa takutnya. Jika dilihat dengan seksama, gadis itu masih bergetar. Namun, dia tak bisa tinggal diam. Nafa tak mau melihat Ace terluka karena dirinya untuk ketiga kalinya.

"He-hentikan, Ibu. Kami kan sudah tidak pacaran. Aku juga sudah menuruti perintah Ibu."

"Kau berani melawanku?!"

Nafa menutup mata, lagi, dia merasa tak beraya. Ace menepuk pundaknya. Memberikan senyum dan isyarat bahwa dia ada di pihaknya. Yang akan membela dan berjuang bersamanya.

I Want To Stop Being Nafa [END MASIH KOMPLIT]Where stories live. Discover now