Chapter 19: Alzidan X Windari (Nogowesi)

8 1 0
                                    

"Nemo Alzidan bin Cokro Wiroatmojo. Kanthi ngucap bismillahirrahmanirrahim, aku nikahake lan tak jodohake anakku Dhanawati Windari Nogowesi pikantuk silaramu, kanti Mas Kawin sawah sak petak ingkang kudu kabayar lunas." Ki Dharman mengucap ijab kobul dengan tegas dalam satu tarikan nafas menikahkan putrinya dengan Nemo.

(Nemo Alzidan bin Karto Wiroatmojo, dengan mengucap bismillahirahmanirrahim, saya nikahkan dan saya jodohkan anakku Dhanawati Windari Nogowesi dengan dirimu, dengan mas kawin sepetak sawah yang harus dibayar lunas.)

Sebelum ijab kobul, Ki Dharman membisikkan sesuatu kepada Nemo. Ki Dharman menantangnya untuk mengucap ijab kobul dengan satu tarikan nafas, dengan jiwa ksatria Nemo menerima tantangan tersebut.

Nemo menarik nafas sedalam-dalamnya,mengambil ancang-ancang untuk mengucap ijab kobul. Dhanawati menatapnya, tatapannya membuat hati Nemo terasa tenang. Dhanawati meyakinkan Nemo jika dirinya bisa melakukan hal tersebut.

Nemo tersenyum tipis dengan yakin, ia menguatkan jabatan tangannya dengan Ki Dharman selaku wali nikah. Nemo menedipkan matanya dengan penuh rasa yakin.

"Kulo tampi nikahipun Dhanawati Windari Nogowesi putero panjengenan, kangge kulo piyambak, kanti Mas Kawin ingkang sampun kasebat, kulo bayar Lunas!" Nemo menghentakkan jabatan tangannya dengan Ki Dharman setelah selesai mengucap ijab kobul.

Nemo melakukannya, ia bisa melakukannya. Nemo melafalkan ijab kobul dengan lantang dalam satu tarikan nafas dengan pelafalan yang benar tanpa salah satu kata pun.

(Saya terima nikahnya Dhanawati Windari Nogowesi putri anda, untuk saya sendiri, dengan Mas Kawin yang sudah disebutkan, saya bayar Lunas.)

"Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya penghulu kepada saksi nikah yang berada dalam ruangan.

"SAH!!!" Teriak para saksi nikah serempak.

"Alhamdulillah hirabbilalamin, baarakallaahu laka wa baraka alayka wa jam'a bayna kuma fii kahvr."

Semua orang yang berada dalam pendopo mengusap wajahnya memanjatkan syukur.

Untuk pertama kalinya, Dhanawati mencium tangan Nemo yang kini menjadi suami sah-nya. Begitu juga Nemo, untuk pertama kalinya ia mengecup kening Dhanawati sebagai istri sah-nya.

Musik gamelan Kebo Giro mengiringinya berjalan bersama menuju pelaminan. Terlihat arwah-arwah sanak saudara dari Nemo dan Dhanawati.

Dilangkakanlah kakinya seiringan dengan musik Kebo Giro yang dimainkan para pengrawit. Nemo menatap mesra Dhanawati, sebaliknya Dhanawati juga membalas tatapan Nemo seraya berjalan menuju pelaminan.

"Selamat ya le..." Terdengar suara arwah Ibu Nemo yang berdiri disebelahnya.

"Jadilah suami yang bertanggung jawab." Sambung arwah Ayah Nemo yang ikut berjalan mendampinginya.

"Mas Nemo jagain Mbak Dhanawati yaa... jangan di sakitin.." Arwah adik perempuannya pun ikut hadir pada resepsi pernikahannya.

"Kamu jaga putriku ya..., Dhanawati juga jangan ngeyel kalau di kasih tau Nemo. Selamat membangun bahtera rumah tangga ya. Aku pamit...." Dewi Ghandawati harus cepat kembali ke Khayangan, karena sudah dibukakan pintu surga oleh para malaikat.

Nemo dan Dhanawati menahan tangisnya setelah mendengar perkataan-perkataan dari arwah para leluhurnya.

Selangkah lagi menuju kursi pelaminan, arwah Paijo berada dihadapannya.

"Kamu bisa, mo. Kamu pasti bisa, dan buktinya kamu bisa." Arwah Paijo merangkul Nemo sebelum pulang ke Khayangan.

Hari tersebut adalah hari paling bahagia, sekaligus hari yang sedih bagi mempelai pria dan mempelai wanita. Ingin sesekali Nemo memeluk para arwah yang turut hadir bergembira, namun apa daya mereka sudah dipanggil untuk masuk ke Alam Khayangan.

Solah [END]Where stories live. Discover now