Chapter 01: Titahing Romo

35 13 20
                                    

Ditengah teriknya matahari, Paijo dan Nemo sedang beradu ilmu di tengah padang rumput yang ditutupi oleh alang-alang yang menjulang tinggi.

Bukan untuk mencari tau siapa yang terhebat atau yang paling kuat diantara mereka. Tetapi untuk menemukan kelemahan masing-masing dan memperbaikinya.

"Udah siang ya? Mau istirahat dulu?" Paijo mengusap keringat di dahinya.

Nemo hanya mengangguk, tersenyum tipis sambil memijati leher belakangnya yang terasa pegal. Paijo merangkul pundaknya yang basah keringat.

Mereka berdua berjalan menuju pohon rindang yang berada di pinggir padang rumput. Terdengar suara batuk Ki Dharman yang berjalan di belakang mereka yang sedang beristirahat.

Sontak, mereka balik kanan dan langsung berlutut di hadapan Ki Dharman yang masih berjalan sebagai tanda hormatnya kepada guru.

"Berdiri." Ujar Ki Dharman. Nemo dan Paijo berdiri mengiyakan perintah Ki Dharman.

Nemo dan Paijo menunduk, tak berani menatap lama mata Ki Dharman karena dianggap tidak sopan. Sesekali Nemo melirik ke arah Paijo memastikan apakah ia masih berkedip.

"Paijo." Panggil Ki Dharman dengan wibawanya.

Paijo menegakan badannya, barulah ia berani menatap mata Ki Dharman. Jantungnya berulah.

"Kesaktianmu, dan kesaktian milik Nemo sudah setara, hanya tinggal beberapa langkah lagi kalian bisa mencapai titik ilmu paling tinggi." Ki Dharman mengelus kepala Nemo dan Paijo.

Nemo menegakan kepala dan badannya. Kini postur tubuhnya terlihat mirip sekali dengan Paijo. Alasan mereka segan kepada Ki Dharman, bukan hanya karena Ki Dharman orang yang berilmu tinggi, tapi Ki Dharman adalah keturunan terakhir dari Alpha para Yaksha yang bersarang di hutan selatan.

Ia diusir dari kerajaan Yaksha lantaran menikah dengan gadis yang merupakan seorang manusia. Pada dasarnya, manusia dan Yaksha adalah dua golongan yang bertolak belakang dan hidup berdampingan, tapi semua itu berubah setelah Ki Dharman menikahi seorang manusia.

Setelah diusir, perempuan yang baru 5 tahun menyandang statusnya sebagai istri dari Ki Dharman, di bunuh dengan sadis di depan mata Ki Dharman, kemudian mengurung arwahnya di dalam hutan persembunyian para Yaksha. Hal itu membuatnya geram, seiring berjalannya waktu, ia mengangkat dua murid yang sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Ya, Nemo dan Paijo.

Targetnya saat ini, menemukan markas persembunyian Yaksha yang katanya berada di hutan selatan dengan ilmu yang ia punya.

Ki Dharman yang banyak orang kenal adalah orang yang pendiam, berwibawa dan berkarisma. Tak jarang banyak gadis-gadis yang menyukainya karena sifatnya yang dingin dan kesaktiannya yang tak diragukan lagi.

"Nemo, kamu bisa bantu saya?" Ki Dharman mengalihkan pandangannya kearah Nemo.

"Apapun perintahmu, romo." Nemo kembali menundukkan kepalanya.

*Romo adalah panggilan lain untuk Ayah.

"Pergilah kearah utara, didalam hutan, ada segerombolan Yaksha yang sedang mencari mangsa, carilah informasi sebisa mungkin tentang keberadaan gerbang persembunyian para Yaksha saat ini." Perintah Ki Dharman dengan suara yang tegas.

"Hanya ini perbekalan yang bisa kuberikan untukmu, bantulah aku." Sambung Ki Dharman.

Paijo melirik kearah Nemo dan Ki Dharman yang sedang berdialog, dia hanya bisa diam mendengarkan pembicaraan Ki Dharman dan Nemo. Paijo bergumam dalam hati "kenapa harus Nemo? Kenapa tidak aku saja?".

"Perintahmu, akan segera terpenuhi." Sahut Nemo sembari sungkem kepada Ki Dharman.

*****

Paijo dan Nemo berjalan pulang menuju rumah mereka masing-masing. Mereka memilih untuk tidak tinggal satu atap dengan Ki Dharman karena mereka menghargai Ki Dharman yang butuh ketenangan untuk bermeditasi.

Sesampainya di rumah, Nemo menaruh barang bawaannya kemudian berjalan kelelahan menuju sumur yang tak jauh dari rumahnya. Sore hari disertai langit mendung, di kelilingi pohon bambu, membuat udara di sumur tersebut terasa sejuk namun juga menyeramkan. Lantaran minimnya penerangan di sumur yang sudah berlumut itu.

Nemo mulai menimba air seraya bersiul guna menghibur diri. Se-ember demi se-ember ia masukan kedalam padasan. Terdengar suara daun bambu kering terjatuh tertiup angin, Nemo kaget, celingukan melihat sekeliling. Ia takut karena sumur itu adalah sumur tua tempat dimana Yaksha berkumpul.

Solahpedia: Padasan adalah guci atau kendi untuk penampungan air.

Ia membasuh wajahnya secara perlahan. Ia mengucurkan air ke telapak tangannya, kemudian meminumnya. Rasa dingin dan bau khas tanah liat yang dihasilkan dari padasan itu membuat Nemo kembali segar.

Tak lama, Nemo mendengar suara lonceng. Klinthing... Suaranya begitu dekat, ia mengambil baju lurik yang digantungkannya di atas timbaan sumur.

"Ini... Malam Selasa kliwon." Gumamnya dalam hati. Matahari mulai terbenam, langit mulai menggelap. Sepi. Tak ada seorangpun yang mendampinginya pada saat itu. Nemo berlari tergopoh-gopoh dengan nafas yang tidak teratur.

Terlambat. Hal yang Nemo takutkan sudah terjadi didepan mata. Para Yaksha sudah berdatangan, muncul mengepung Nemo yang berdiri sendiri disana. Tatapan mata segerombolan Yaksha itu seolah berkata "kau akan menjadi santapan empuk."

Nemo mencoba mengendalikan dirinya. Terlihat tenang, namun sebebarnya adrenalinnya sedang terpicu. Nafasnya yang tidak teratur, ditambah detak jantungnya yang sangat kencang membuatnya setengah sadar.

Tak berpikir panjang, Nemo memasang kuda-kuda. Tak lama kejadian aneh terjadi, kaki sebelah kiri Nemo tak bisa digerakan. Dengan spontan, Nemo melihat kebawah. Ternyata benar, ada Yaksha yang coba menariknya kedalam tanah.

Ia coba melepaskan genggaman Yaksha yang menariknya kedalam tanah. Nemo semakin terpojok. Ia hanya bisa pasrah bila ia akan mati ditempat. Ia mencoba melawan Yaksha-yaksha tersebut, walau ia mati, paling tidak ia tidak mati konyol.

Tak lama, datang seorang lelaki dengan ikat kepala dan baju lurik yang tidak dikancingkan meberabas kerumunan Yaksha. Hantaman tangannya mengeluarkan energi dan aura tersendiri. Aura positifnya membuat semua orang yang berada didekatnya terasa aman dan nyaman.

Tak lama orang tersebut menoleh ke arah Nemo yang terbaring lemas karena kehabisan tenaga.

"Romo..." Ucap Nemo dengan lemas. Suaranya hampir tak terdengar.

Ya, ternyata lelaki itu adalah Ki Dharman. Nemo setengah sadar. Dia berpikir kalau ia akan mati ditempat itu.

"Ceroboh." Ki Dharman membawa Nemo kerumahnya.

Nemo merasakan dekapan hangat seorang ayah yang jarang ia rasakan. Hangat, penuh kasih sayang.

Nemo adalah yatim piatu. Ayahdan ibunya mati dibunuh Yaksha, karena itu ia berguru kepada Ki Dharman. Ia pernah ditolak mentah-mentah oleh Ki Dharman, lantaran ragu dengan sifatnya yang pendendam.

Seiring berjalannya waktu, rasa dendam itu mulai menghilang. Ki Dharman pun mulai membuka hatinya untuk menerima Nemo sebagai muridnya. Sekarang, Ki Dharman mengangkat dua murid yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri. Ya, dua murid tersebut adalah Nemo dan Paijo.

-Bersambung...

Solah [END]Where stories live. Discover now