Chapter 13: Penghianatan I

11 1 0
                                    

Nemo dan Paijo berlari sekencang-kencangnya. Mereka berdua mengamankan warga yang jantungnya masih berdetak.

"Pak, monggo langsung lurus ke arah Selo Sukmo." Ujar Nemo kepada pria parubaya.

"Terimakasih kisanak." Pria itu langsung pergi menuju tempat yang dianjurkan Nemo dan Paijo.

Paijo memggendong seorang nenek tua yang lemas keatas kereta kerbau milik salah seorang warga yang hendak pergi ke Selo Sukmo.

Kini tampilan Nemo dan Paijo sangat berbeda. Baju lurik model beskap berwarna abu-abu dan hitam, dengan udheng coklat hitam, kini kemajuannya adalah mereka berdua mengenakan tali warok. Tampilannya benar-benar mirip Ki Dharman semasa mudanya.

"Selanjutnya?" Tanya Paijo kepada Nemo sembari berlari tergopoh-gopoh.

"Alun-alun Selo Jembar." Sahut Nemo sama-sama berlari.

Langkah Paijo berhenti mendadak, hal itu membuat Nemo ikut-ikutan berhenti mendadak. Pandangan Paijo tertuju kearah Yaksha yang membungkan mulut seoran anak laki-laki. Paijo mengeluarkan golok yang diberikan oleh Ki Dharman untuk senjata.

Dengan sigap dan gesit, Paijo menusuk punggung Yaksha tersebut. Entah dendam atau apa, Paijo terlihat gahar dan dingin ketika melakukan serangan kepada Yaksha secara fisik.

Nemo tak ingin kalah, melihat Paijo yang penuh semangat menjadikan Nemo bergairah.

Kini, giliran Nemo yang melihat Yaksha sedang memakan jantung manusia berjarak beberapa meter darinya. Nemo tersenyum tipis, ia berlari sembari mengeluarkan kerisnya yang didapat saat ia menyusuri sungai progo bersama Ki Dharman.

Nemo melesat layaknya kuda sembrani, dengan sekejap mata Nemo terbang dibelakang Yaksha itu. Dengan sekuat tenaga, Nemo menusukkan kerisnya tepat ditengkuk Yaksha tersebut.

Setelah sama-sama membunuh satu Yaksha, mereka melanjutkan perjalanan menuju Alun-alun Selo Jembar. Mengingat ramainya Alun-alun Selo Jembar yang sangat padat. Mereka berdua mulai berlari.

*****

Sesampainya di persimpangan kearah Alun-alun, Paijo menarik Nemo ke jalan yang tampak asing baginya. Seharusnya di persimpangan tadi Nemo belok kiri, tapi Paijo menarik tangannya belok kanan menuju kedalam hutan.

"Lho? Jo? Kok kita kesini?" Tanya Nemo.

"Kamu norak banget si? Ini jalan pintas, kamu gak tau?" Sahut Paijo.

"Ha? Jalan Pintas? Perasaan jalan ke Alun-alun cuman satu deh." Tanya-nya kembali.

"Udah gausah banyak tanya, kita harus cepat." Sahut Paijo.

Langkah Paijo kembali terhenti bersamaan dengan Nemo.

"Kamu kenapa Jo? Katanya suruh cepetan." Ujar Nemo.

"Bentar, Mo. Aku kebelet. Bentar ya? Bentar kok gak lama. Ya?" Terang Paijo yang masuk ke semak-semak.

"Ya-yaudah cepetan!" Sahut Nemo.

"Kamu jalan duluan aja, Mo. Jalannya cuman lurus kok!" Teriak Paijo dari semak-semak.

"Cuman lurus nih? Taudah aku duluan." Sahut Nemo berjalan duluan, modal percaya dengan Paijo.

Paijo tersenyum dalam semak-semak yang rimbun.

*****

"Romo mau kemana?" Tanya Dhanawati melihat ayahnya yang keluar dengan tangan kosong.

"Kamu diam dirumah, kunci pintunya." Ujar Ki Dharman melangkahkan kakinya keluar rumah.

"N-njih, Romo." Sahut Dhanawati lirih.

Solah [END]Where stories live. Discover now