Chapter 06: Pecut Aji Samandiman?

10 3 0
                                    

Paijo kembali menemui Nemo yang masih terbaring di teras dengan membawa segelas air putih yang langsung dituangnya dari kendi tanah liat.

"Mo, Nemo. Airnya, mo." Panggil Paijo sembari memegang gelas.

Paijo baru sadar jika mata Nemo terpejam.

"Nemo, nggak. Jangan tinggalin aku secepat itu. Nanti siapa yang aku jadiin tumbal proyek." Paijo menghoyag-hoyagkan tubuh Nemo yang terbaring.

Mata Paijo sembab, hidungnya memerah.

"Mau tidur aja diganggu, ya ampun." Nemo membuka matanya kemudian duduk.

Paijo terdiam seketika.

"Anak sialan! Aku kira kamu mati, kampr*et!" Teriak Paijo yang terkena jebakan Nemo.

Nemo tersenyum tipis.

"Ya, habisnya, kamu ambil airnya lama." Nemo meraih segelas air putih yang dipegang Paijo.

"Untung kamu gak aku siram air, ya!" Paijo kesal demgan tingkah laku Nemo.


*****

Malam yang dingin ditemani dengan terangnya bulan purnama. Nemo terduduk di teras padepokan. Sendiri, dia melihat anak-anak yang sedang bermain di lapangan padepokannya, sambil bernyanyi dengan riang gembira.

Yo prokonco dolanan ning njobo~

Lirik lagu yang dinyanyikan anak-anak itu membuat mesin waktu dalam pikiran Nemo. Seketika ia mengingat masa kecilnya yang bermain diluar saat bulan purmama bersama adiknya.

Padang bulan padange koyo rino~
Rembulan e sing ngawe-ngawe~

*Judul lagu: padamg bulan

Ia ikut bernyanyi pelan sambil terduduk melamun. Dari belakang, datang Paijo dengan mengendap-endap.

"DWORR!!!..." Paijo mengejutkan Nemo yanv sedang kembali ke masa lalunya.

"Aw, kaget." Dengan wajah dan nada bicara datarnya yang khas, Nemo masih terdiam, ia hanya tersentak karena dikageti Paijo.

"Yah, gak asik ah," Paijo duduk di sebelahnya.

"Ngomong-ngomong, kamu lagi apa toh disini?"

"Cuman ngadem." Sahut Nemo.

"Oh." Paijo membalasnya.

Mereka berdua terdiam. Tak lama, Ki Dharman keluar dari dalam padepokan lalu datang menghampiri mereka berdua.

"Ngger, apa yang kamu dapat dari misimu?" Tanya Ki Dharman sambik menepuk kepala Nemo, duduk bersila di belakangnya.

*ngger/angger: sebutan untuk seorang anak baik laki-laki maupun perempuan.

Nemo berbalik kanan, kemudian duduk bersila sambil menunduk guna menghormati orang yang lebih tua.

"Maaf Romo, yang aku dapat hanya sedikit, tapi aku takut memberitahukannya kepada Romo." Terang Nemo.

"Apa itu?"

"Tadi siang, saat aku di sungai Alas Sengkolo, aku Yaksha ber-khasta Cakil, bernama Ditya Kala Gendir Penjalin," Terang Nemo menatap mata Ki Dharman dengan serius.

Seketika suasana disana menjadi serius layaknya rapat kepemimpinan.

"Aku sempat bertarung dengannya, aku memasukan energi Yaksha-nya untuk dijadikan jaminan agar dia mau menjawab beberapa pertanyaanku dengan media kendi berisi kemenyan dari Romo yang Romo berikan tadi pagi." Sambungnya.

Solah [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora