Cowok yang bersuara itu kini tengah menatapnya dengan sebelah alis yang dinaikkan, bibir yang menyunggingkan senyum miring. Sebelah tangan yang tadi ia gunakan menutup mata kini telah berada di atas kepalanya.
Gista terpesona. Sungguh. Ini benar-benar seperti visual cowok wattpad yang damage-nya sampe ke nyata.
Gista ingin mengingkari ketampanan itu. Tapi, kepalanya kaku untuk digerakkan. Kelopak matanya berat untuk ia tutup. Cewek itu merasakan jantungnya berdegup bagai dipukul genderang saat Manggala menatapnya dengan tatapan yang membuatnya meleyot.
"Kenapa diem? Mulai terpesona?"
Gista membuang mukanya mendengar pertanyaan sekaligus pernyataan Manggala mengenai dirinya itu.
Sial! Sial! Sial!
Bagaimana bisa seorang Gistara Arabhita meleyot hanya karen tatapan badboy puitis semacam Manggala?
Selama ini Gista sudah membentengi hatinya kuat-kuat. Bahkan, setelah memutuskan untuk melupakan Kaivan. Ia berusaha menutup rapat-rapat hatinya untuk siapapun. Tapi, sekarang apa?
Manggala merubah posisinya menjadi bersandar di kepala ranjang. Dia memiringkan tubuhnya untuk mengintip wajah Gista yang kini membuang muka dengan ekspresi kesal dan mata yang menyorot tajam.
"Wajah lo nggak sinkron sama perasaan lo," celetuk Manggala membuat Gista menatap sepenuhnya ke arah cowok itu.
"Maksud lo?"
"Udah nggak usah dipaksain ekspresinya. Pipi lo nggak bisa bohong."
Gista mengerutkan keningnya.
"Wajah lo emang kelihatan kesel. Tapiii.... pipi lo merah tuh."
Gista melotot, sebagai gerakan refleks ia mengambil ponsel dj atas nakas untuk melihat pipinya yang katanya memerah. Namun, ternyata pipinya baik-baik saja.
Manggala tertawa dengan kepolosan Gista.
"Ternyata cewek singa kayak lo sepolos ini ya?"
"Lo ngibulin gue?"
Manggala tertawa.
Gista yang kesal mengambil bantal lalu memukulkan ke wajah cowok itu. Manggala menutupi wajahnya dengan tangan untuk menghindari pukulan Gista.
"Lo nyebelin banget sih jadi orang!"
Gista terus memukuli Manggala membabibuta melupakan luka cowok itu yang belum sembuh. Juga lengan cowok itu bekas sayatan Mahen yang masih dibalut perban.
"Jadi anjing aja deh lo atau kalo nggak jadi kucing sono! Hih!"
Karena pukulan Gista yang mengandung dendam membuat tangan Manggala yang berusaha menahan pukulan terkantuk pinggiran figura yang terpasang di dinding di belakangnya dengan keras.
Gista menghentikan pukulannya, membuang bantalnya ke tengah kasur dan meraih tangan Manggala dengan cepat.
"Sorry... sorry... gue nggak sengaja," ucapnya melihat punggung tangan Manggala yang memerah.
"Lo sih bikin gue emosi. Udah tau gue singa."
Entah, sadar atau tidak cewek berambut cepol itu mengelus punggung tangan Manggala yang memerah itu. Mendekatkan wajahnya ke punggung tangan cowok itu, Gista meniupnya pelan. Hanya beberapa detik karena setelahnya Gista seperti tersengat listrik, tanpa aba ia membanting tangan Manggala begitu saja. Bahkan, hingga terkantuk nakas di sebelahnya.
"Heh! Lo mau patahin tangan gue!" pekik Manggala spontan sambil mengusap-usap punggung tangannya.
"Sorry gue... " Ucapan Gista terputus karena kedatangan Nagita yang tiba-tiba.
"Hey! Hey! Kenapa ini kok ribut-ribut sih adikku dan calon adik iparku?"
Nagita berjalan menghampiri keduanya dengan nampan di tangannya yang berisi duaa piring nasi goreng untuk Manggala dan Gista.
"Jangan KDRT dulu dong orang sah aja belum masa udah mau gugat cerai sih?" ucap Nagita makin ngelantur.
"Udah! Udah nggak usah saling menatap menghunus kayak gitu. Ini kakak bawain nasi goreng buat kalian berdua." Nagita meletakkan nampan itu ke atas kasur.
"Dimakan ya! Dijamin enak kok. Bibi tadi yang buatin hehe... "
"Iya, Kak. Nanti saya makan," ujar Gista.
Manggala tersenyum tipis melihat nasi goreng yang masih mengepulkan asap itu. Ia lalu menatap kakaknya. "Tapi, aku nggak bisa makan, Kak."
"Tangan aku sakit tadi dipukulin Gista. Ini malah kepentok figura," lanjutnya menunjukkan punggung tangannya yang memerah.
Gista membelalakkan matanya. Manggala sialan beraninya dia mengadu pada Nagita.
"Hah! Mana-mana kakak lihat!" Nagita yang panik langsung memeriksa tangan Manggala.
"Ini digerakin sakit, Kak," adu Manggala.
"Awshh... sakit, Kak." Manggala merintih kesakitan ketika Nagita menyentuh lengannya. Ia sedikit mengerling pada kakaknya membuat Nagita membulatkan mulutnya lalu mengangguk mengerti.
"Aduh! Aduh gimana ini? Ya ampun!Kita ke rumah sakit aja ya?" panik Nagita.
Gista heran padahal perasaan Manggala tadi baik-baik saja kenapa reaksi Nagita seheboh ini.
"Enggak, Kak. Gala nggak mau ke rumah sakit. Gala mau makan aja."
Gala adalah panggilan cowok itu ketika di rumah.
"Tapi, aku nggak bisa makan sendiri. Tangan aku sakit."
Nagita mengangguk dia lalu mengambil sepiring nasi goreng. "Kakak suapin ya."
Hendak menyuapi adiknya, tiba-tiba Nagita berdiri lalu menepuk jidatnya pelan.
"Ya ampun kakak lupa tadi lagi masak air!" pekik Nagita lalu meletakkan piring nasi goreng itu ke pangkuan Gista.
"Kamu aja yang suapin Gala ya calon adik ipar," ucap Nagita lalu melenggang keluar tanpa menunggu jawaban Gista.
-----GISTARA-----
Batas antara halu dan nyata
DU LIEST GERADE
GISTARA (END)
JugendliteraturKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 73
Beginne am Anfang
