"Mereka nuntut balik lo sama gue, Gis. Karena udah ngelukain Mahen," terang Devan.

"Alasan lain Om Revan memilih damai adalah karena pertempuran kita itu sama-sama kita yang mau. Kita anak geng motor. Di dalam pertempuran kita nggak ada yang namangya korban. Semuanya pelaku, Gis. Makanya Om Revan memilih mencabut tuntutannya daripada harus memperpanjang masalah. Yang ada Balapati juga bakalan kena," lanjutnya.

Gista memejamkan mata sesaat untuk mengontrol emosi yang siap meledak.

"Gue harap kalian yang ada di sini bisa memahami keputusan yang Om Revan ambil," pinta Devan.

***

Dengusan kasar keluar dari mulut seorang cewek berambut cepol dengan kaus lengan pendek yang disingkapnya sampai pundak. Usai kepergian teman-temannya tadi, Gista harus tetap tinggal di kediaman badboy puitis itu karena Rama dan Sinta katanya ingin mengunjungi mamanya. Dan kini ia harus dihadapkan dengan kondisi kamar Manggala yang seperti habis terkena puting beliung.

Bungkus snack di mana-mana, beberapa keripik juga berceceran di karpet, gelas kosong, dan piring bekas siomay yang tidak ditumpuk atau dijadikan satu mau tak mau membuat  cewek dengan gelar ketua Balapati itu  membersihkannya. Sebenarnya ia bisa saja memanggil pembantu rumah tangga Manggala untuk membereskannya. Tetapi, Gista sungkan apalagi saat ia turun ke bawah tadi ia melihat ART Manggala yang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Ini piring pasti bekasnya si Janu. Sambal siomaynya sampe tumpah kemana-mana. Udah kayak bebek aja kalo makan," dumel cewek dengan celana jeans yang robek di bagian lututnya itu sambil memunguti piring-piring yang masih berserakan.

Lima belas menit sudah Gista menghabiskan waktunya hanya untuk membereskan bekas makanan teman-temannya tadi. Mengelap keringat yang menitik di pelipis dan di dahinya, cewek itu melirik ke arah kasur tempat cowok menyebalkan, namun baik hati itu tertidur dengan sebelah tangan yang berada di atas perut dan sebelahnya lagi ia lipat dan ia gunakan untuk menutup matanya.

Gista mendekat lalu duduk di tepi kasur. Mata elangnya menatap bagian perut cowok itu yang tersingkap, menunjukkan luka bekas jahitan. Perasaan bersalah selalu menghinggapinya ketika melihat luka di perut Manggala. Sesebal-sebalnya ia pada cowok itu tetap saja ia merasa bersalah. Seandainya Manggala tidak menolongnya mungkin ia yang sekarang berada di posisi Manggala. Ketinggalan banyak pelajaran dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.

Pandangan Gista lalu naik ke dada bidang cowok itu yang kembang kempis. Lalu, naik lagi ke bibir ranum  Manggala dan hidung bangir cowok itu.

Gista tidak bohong. Manggala memang tampan. Pantas saja banyak cewek-cewek yang terpesona padanya. Pahatan yang tercipta di wajah cowok itu nyaris sempurna.

Bibir yang tetap ranum meski ia tahu cowok itu perokok aktif. Hidungnya yang sudah seperti perosotan anak TK. Kedua alis tebal yang serupa ulat bulu yang nyaris menyatu. Bulu mata yang melentik juga kulitnya yang bersih tanpa jerawat. Jangan lupakan juga rahang tegasnya juga jakunnya yang menonjol.

Kenapa selama ini Gista tidak menyadarinya ya? Kenapa baru sekarang ia menyadari ketampanan cowok itu? Kemana saja ia sebelumnya?

Oh shit!

Gista memejamkan mata. Menyadari kebodohannya barusan memuji dan mengamati wajah bak titisan dewa cowok di depannya ini.

Tidak! Gista tidak boleh terkena racun  Manggalacious.

"Kenapa geleng-geleng kepala? Baru nyadar kalau gue itu ganteng tiada tanding?"

Gista terkejut dan refleks membuka mata. Ia langsung disuguhi pemandangan yang membuatnya lupa jika ia pernah begitu membenci laki-laki.

GISTARA (END) Where stories live. Discover now