ANNIVERSARY KE-7

151 23 31
                                    

Setya mengetuk pintu ruang rawat Yerin dan Tatan. Namun tak ada yang mau membukakan pintunya. Setyo yang berada di belakang Setya hanya diam, ia tahu Luhan tidak akan mengizinkannya bertemu dengan Yerin.

"Luhan. Gue tau lo ada di dalam. Cepetan buka pintunya. Ini suaminya mau jenguk," ucap Setya.

Tak lama pintu terbuka, menampilkan sosok Luhan yang memasang wajah sinisnya.

"Adek gue baru sadar. Jadi gue minta kalian—apalagi cowok yang di belakang lo itu jangan ganggu dia. Ngerti, kan?"

"Lo kalau mau ribut, gue jabanin. Tapi kalau lo masih kekuh menghalangi Setyo buat masuk, gue panggilin satpam lo. Dia suaminya, lo mau apa?" sahut Setya menantang.

"Kak Luhan, biarin dia masuk." Terdengar suara serak Yerin dari dalam ruangan. Membuat Luhan berdecak sebal.

"See? Mending lo aja yang keluar dulu. Beri ruang buat mereka ngobrol. Gue yakin kali ini adek gue beneran nyesal dan nggak akan ngulangin hal yang sama. Gue minta maaf atas nama dia," ucap Setya mengambil jalan damai.

Luhan mengembuskan napasnya kasar, lalu berjalan melewati Setya dan Setyo. Itu berarti mereka diizinkan masuk.

"Yo, lo masuk gih. Ngomong yang bener. Minta maaf sama dia. Harus tobat beneran lo," ucap Setya menatap Setyo yang masih mempertahankan raut sedihnya.

"Iya, Bang. Gue masuk dulu. Lo tunggu di depan aja. Ntar kalau ada yang masuk, jangan biarin masuk. Malu gue ntar."

"Ck, masih aja ngoceh. Udah sana masuk!"

Setyo melangkah masuk ke dalam ruang rawat Yerin. Tampak Yerin masih rebahan di atas ranjang dengan kaki yang di pasang gips. Ada perban juga yang membalut pelipisnya dan jari tangannya. Melihat itu Setyo makin merasa bersalah. Apalagi Yerin yang menatapnya tanpa ekspresi.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Mau ngomong atau pandangin doang," tegur Yerin.

"Eh, iya. Mau ngomong," sahut Setyo melangkah maju dan duduk di kursi samping ranjang Yerin.

Setyo menunduk, lalu melirik Yerin sesekali. Mulutnya sangat sulit untuk mengeluarkan kata-kata, walau hatinya ingin tak terkira.

"A-anu ... apah ... Leha. Emmm ... kamu—aku minta maaf, ya. Maaf banget pokoknya," ucap Setyo serba salah.

"Ngomong yang jelas. Udah kelakuan nggak jelas, ngomong juga nggak jelas. Serius dong," ucap Yerin diam-diam menyeringai.

"Iya. Gimana, ya. Anu ... aduh, lupa aku mah."

"Kalau lama mending aku tidur. Udah sana pergi!"

"Oke-oke. Dengerin aku ngomong," sahut Setyo cepat.

"Cepetan!"

"Iya."

Setyo mengembuskan napasnya, menyusun secara singkat kata-kata apa yang harus ia lontarkan. Baru pertama kali ini melakukan hal ini dalam hidupnya. Rasanya Setyo ingin pingsan saja.

"Aku minta maaf udah marah-marah nggak jelas sama kamu kemarin. Larang kamu keluar rumah, ngumpul sama teman, dan nuduh kamu selingkuh. Padahal mana mungkin kamu selingkuh, suaminya ganteng banget gini. Ya, kan?"

Yerin menutar bola matanya malas.

"Terus ... aku minta maaf karena nyuruh kamu lekas pulang tadi siang. Coba aja aku nggak suruh kamu lekas pulang, mungkin kamu bakal baik-baik aja sama Tatan. Nggak kayak gini, kasihan."

"Udah? Gitu doang?" tanya Yerin.

"Ada lagi."

"Apa?"

SETYO FAMILY [COMPLETED] Where stories live. Discover now