TERINGAT KEMBALI

104 22 19
                                    

Setyo hendak meraih baju kaus lengan pendek warna cokelat yang Yerin ambilkan, tetapi urung begitu melihat  baju tersebut. Sebab arah fokusnya hanya pada cermin di depan wajahnya.

"Bukan baju kaus, Leha. Tapi hoodie. HOODIE. Yang jaket pakai topi ituloh," celoteh Setyo.

"Ribet banget sih," umpat Yerin seraya mengambilkan hoodie berwarna ungu. "Nih! Yang ini ,kan?"

Setyo menoleh sebentar. "Bukan warna ungu. Emang aku janda apa. Yang warna hitam dong."

"Ck, yang ini?" Yerin menunjukkan hoodie hitam yang baru saja ia ambil.

Setyo menoleh lagi. "Bukan itu, Leha. Itu sih sudah buluk. Yang baru lah."

"Ck, kamu tuh bawel banget sih, Yang. Tinggal ambil sendiri aja susah banget!" omel Yerin. "Aku mau masakin mi ayam nih buat Tatan!"

"Ambilin warna hitam yang ada gambar kucingnya. Kalo nggak salah masih dilaundry sih."

"Terus kamu suruh aku ke tempat laundry buat ambilin baju kamu?" tanya Yerin gemas.

"Ya kalau rajin bisa sih. Tapi ya udah lah. Aku nih suami pengertian, aku tahu kamu capek. Jadi tolong ambilin hoodie warna hitam polos aja," celoteh Setyo lagi. Setelahnya sibuk menyisir rambut tanpa mempedulikan Yerin yang menatapnya tajam. Siap ingin menerkam sekarang juga.

"Nih! Aku taruh di kasur. Awas aja bilang nggak bisa ngambil di kasur. Aku tukar guling kamu!" ketus Yerin sudah merasa lelah. Berjalan menuju pintu kamar. Namun setelahnya kembali lagi hanya untuk memastikan sesuatu. "Emang kamu mau ke mana?"

Setyo berjalan menuju kasur dan memakai hoodie-nya tanpa menyahuti Yerin.

"MAU KE MANA?!"

"Rumah Bunda. Mau ketemu sama Bang Setya," sahut Setyo.

"Huh, rusuh lagi tuh. Awas ya kalau pulang terlalu malam. Aku males bukain pintu," ucap Yerin sebelum benar-benar meninggalkan pintu kamar tersebut.

***

Setya tengkurap di atas kasur sambil mencari sesuatu di laptopnya. Setya sedang mencari model cincin yang cocok untuk Irene dan dia di hari pernikahan nanti. Saat asyik scroll mouse, ada seseorang yang membuka pintu kamarnya. Setya menoleh sebentar, menghela napas pasrah sambil bergerak hendak menutup laptopnya. Namun Setyo lebih dahulu menahan tangan Setya dan ikut tengkurap di samping kakaknya.

"Wihh ... Bang Setya boleh juga. Wkwkw ... gercep banget cari cincin kawin. Emang rencana kapan, Bang?"

"Satu bulan lagi," sahut Setya seadanya.

"Boleh lah-boleh lah. Bang, gue pilihin, ya? Gue rasa si Irene bakal suka sama modelan cincin kayak gini nih, Bang. Bentar gue search dulu." Setyo menemukan apa yang ia cari, lalu tersenyum sambil menoleh pada Setya. "Nih, Bang. Gimana? Elok, nggak?" tanya Setyo dengan antusiasnya. Setya dengan malas ikut memperhatikan. Matanya melotot menatap gambar cincin itu dan Setyo.

"ITU MAH CINCIN KAKEK LU! BATU AKIK!"

"A-ampun, Bang!"

Suara Setyo teredam ketika tanpa ampun Setya menindihnya dengan bantal. Menyiksa adiknya kali ini rasanya halal saja untuk dilakukan.

"Mmm—Ba—ng! Beng—ek gue!"

Setya melepaskan Setyo. Setyo langsung duduk dengan napaa ngos-ngosan sambil melotot pada Setya.

SETYO FAMILY [COMPLETED] Where stories live. Discover now