SAKIT DAN PERDEBATAN

89 24 21
                                    

Setyo baru keluar dari toilet setelah menghabiskan waktu hampir satu jam lamanya di dalam sana. Setyo merasa perutnya seperti diremas dengan kuat. Lututnya mati rasa, juga lemas yang tak terkira.

"Aihhh ... perut gue meleyot rasanya. Sakit banget, mau pingsan aja udah." Setyo mendapati Yerin yang menghampirinya dengan tampang cemas.

"Sayang, kamu udah gapapa?"

"Gapapa gimana, lemes nih. Pegel juga pinggang aku. Kalo aja ada Bang Setya, aku bakal pilih pingsan."

Yerin menyambut tangan Setyo dan menuntunnya menuju tangga.

"Nih kamu mau bawa aku ke mana?"

"Ke kamarlah. Biar kamu istirahat."

"Kamu pikir aku sanggup naik tangga? Yang ada aku oleng dan jatuh. Bawa aku ke sofa aja. Aku mau pingsan di sana."

"Ya iya. Maunya aja," sahut Yerin memutar haluan jalan mereka.

"TAN! Bawain obat Ayah di atas meja makan! Sama minumnya juga," teriak Yerin.

"Yang mana, Bunda?!"

"DI MEJA MAKAN!"

Yerin membantu Setyo duduk di sofa. Lalu menata bantal agar Setyo rebahan di sana. Setyo pun merebahkan diri dengan pelan.

"Mana Nenek kamu? Kok nggak kelihatan dia?" tanya Setyo.

"Nenek aku? Ck, dia bukan Nenek aku. Nenek salah alamat," sahut Yerin.

"HAH?! Apa kamu bilang, Leha? Coba ulangin sekali lagi?" sahut Setyo langsung bangun dan duduk dengan tatapan menuntut pada istrinya.

"Iya. Tadi sebelum aku pergi, nenek itu datang. Dia cari Siti Juleha. Ya aku bilang neneknya salah. Nama aku Yerin Juleha, bukan Situ Juleha. Terus ... neneknya mau numpang istirahat karena capek. Ya nggak aku izinin karena aku mau keluar dan di rumah nggak ada siapapun. Tapi masalahnya aku lupa kunci pintu dan mungkin nenek itu masuk gitu aja," tutur Yerin menjelaskan. Sementara Setyo mengangga tak percaya.

"Ya ampun, Leha. Kok kamu ceroboh gini sih. Seharusnya kamu tuh bilang yang tegas sama neneknya. Kalau kamu mau pergi sementara nenek itu butuh istirahat, suruh aja duduk di depan rumah, bikinin air bentar. Kunci pintunya, baru kamu boleh pergi. Gimana sih jadi Bini, nggak bisa diandelin banget jaga rumah."

"Kok nyalahin aku! Aku kan nggak tau," rajuk Yerin.

"Ya salah kamu. Aku sakit gini karena kecerobohan kamu. Aku ngira dia nenek kamu, sehingga aku mau aja makan apa yang dia masak."

"Kalau udah tahu nggak bisa makan kangkung, ya bilang. Jangan jadi orang bodoh main makan aja. Pikirin juga keselamatan diri."

"Kamu tuh emang nggak ngerti, ya. Aku mau hargain nenek kamu. Makanya aku makan. Dia bikin susah-susah gituloh. Nggak ingat apa suaminya berhati malaikat. Kamu tuh kurang memahami aku, Leha," omel Setyo lagi.

"Kok ngomongnya gitu? Udah ah! Males urusin kamu. Suami yang nggak tau terima kasih. Aku udah berupaya mau obatin kamu dan ngurus kamu. Eh, kamunya malah nyalahin aku," ucap Yerin beranjak dari sofa. Namun Tatan baru saja datang menghampirinya.

"Bunda, ini kan obatnya Ayah?" tanya Tatan menyerahkan sebuah napan berisi obat dan air putih.

"Ya! Kamu urus tuh Ayahmu. Bunda nggak mau!" ucap Yerin menghentakkan kakinya pergi dari sana.

"Leha! Kamu nggak bisa gini, Leha! Kamu yang salah, kamu yang marah," cetus Setyo menatap Yerin yang tak menoleh sama sekali.

"Bodo!"

Setyo menghela napasnya lelah. Badannya terlalu lemas untuk mendatangi Yerin dan melanjutkan perdebatan mereka. Tatan duduk di sofa dan menatap Ayahnya dengan tatapan polos.

SETYO FAMILY [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang