SURAT DARI SETYO

96 28 50
                                    

"SETYO! SETYO SINI LO! TURUN!"

Setya yang baru saja datang begitu emosi berteriak sambil menatap balkon kamar adiknya dari bawah. Tak lama Setyo muncul sambil melambaikan tangan.

"Bang!"

"Sini lo turun! Seenak jidat ngirim paket ke cewek atas nama gue!"

"Yaelah, Bang. Seharusnya lo seneng nggak perlu repot buat kado. Gue yang urus semuanya, lo tinggal tunggu hasilnya."

"Hasil gundul lo! Lagian lo kurang kerjaan banget deh. Apa aja yang lo tulis di surat itu?" kesal Setya.

"Tunggu ya, Bang. Gue turun sekarang," ucap Setyo sebelum menghilang dari pandangan Setya. Setya berusaha menarik napas pelan dan mengembuskannya perlahan. Harus banyak sabar menghadapi orang seperti Setyo.

Setyo membuka pintu rumah. Sebuah tangan lebih dahulu memberikan hadiah kecil di kepalanya. Setyo meringis sambil mengelus dahinya.

"Shhhh ... sakit, Bang! Main pintes pala gue aja. Otak nih isinya."

"Baru tau isi kepala lo otak. Tapi kenapa nggak lo pake pas mau ngirim hadiah buat Irene tanpa persetujuan gue!"

"Ya kan gue cuma mau mempersatukan dua insan yang hampir bujang lap-"

Dugh!

"ARGGH! Sakiiit!"

"Makanya jangan ngadi-ngadi sama gue! Sekarang lo cepetan ke rumah Irene dan jelasin semua sama dia kalau kado itu dari lo, bukan dari gue," geram Setya setelah menendang tulang kering adiknya.

"Ya kan elu ketemu juga sama Mas Barokah di kantor. Ya lu bilang lah Bang sekalian. Gitu aja repot," sahut Setyo masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya. Untung saja Setya tak sempat menarik baju anak itu.

Setya menghela napas secara teratur, wajahnya kesal tak terkira. Akhirnya Setya memilih meninggalkan rumah Setyo.

Sementara Setyo kembali ke ruang tengah sambil senyum-senyum tak jelas. Yerin dan Tatan yang sedang makan bersama menatap datar Setyo yang ikut bergabung dengan mereka.

"Kamu tuh kecilnya makannya apa sih, Yang? Gini amat kelakuan," tanya Yerin tak habis pikir.

"Tanya anakmu tuh. Dia makan apa. Berarti aku juga makan makanan yang sama. Lagian kamu belum ngerasain aja gimana bahagianya godain Bang Setya. Wkwkwk. Lucu banget sumpah," sahut Setyo tertawa.

"Huh, emang nggak waras. Kamu nggak ke kantor? Ini sudah jam berapa? Katanya mau kerja siang. Kenapa belum berangkat juga?"

"Nanti lah. Kayaknya aku nggak kerja dulu deh hari ini. Biar asisten aku aja yang ngurus. Lagi nggak enak badan," sahut Setyo merebut keripik dari tangan Tatan.

"Ayah itu sisa dikit!"

"Makanya Ayah bantu abisin."

"Jangan mentang jadi boss bisa libur gini, Yang. Kalau Ayah tau pasti kena marah kamu."

"Ya jangan bilang Ayah. Iya deh kerja nih. Tapi mungkin bisa pulang malam, ya." Setyo berdiri dan beranjak dari sana.

"Jam berapa pulang?" seru Yerin.

"Nggak tau. Nanti tanya sama jamnya," sahut Setyo menaiki anak tangga.

Tatan yang memperhatikan celotehan orangtuanya menatap datar Yerin yang turut membantu menghabiskan makanannya.

"Bunda, Ayah itu kenapa sih? Kok beda sama ayah-ayah yang lain?" tanya Tatan.

"Beda gimana, Tan? Ya jelas beda lah. Ayahmu ganteng dan awet muda. Nggak kayak bapak-bapak yang lain udah kumisan dan keriput mulai bermunculan," sahut Yerin terus mengunyah makanan. Matanya masih menatap layar televisi yang lagi iklan.

SETYO FAMILY [COMPLETED] Where stories live. Discover now