Diculik?

171 29 20
                                    

Setyo membuka matanya, namun kegelapan lah yang malah menyapa. Jantung Setyo berdebar kencang, apakah ia buta dadakan?

"Bunda! Bang Setya! Ayahanda! Kok gelap?" heboh Setyo dengan suara menggema dalam ruangan tersebut.

"Eh, bergema dong? Ada dalam gua, kah?"

"Astaghfirullah, gue kan diculik." Baru ingat dirinya diculik, keresahan Setyo makin menjadi. Kedua tangannya yang terikat, amat sangat membatasi pergerakannya. Namun Setyo tersenyum, kala menyadari kakinya bebas tanpa hambatan.

"Dasar penculik tolol, kaki gue nggak diikat sekalian. Nggak mikir apa gue bakal kabur. Wkwkwk." Setyo berdiri, lalu berjalan tanpa arah. Tak ada ragu sedikit pun, seolah-olah dirinya berada di tempat yang lapang.

Dugh

"Arrghhh! Jidat paripurna gueee!"

"Adohhh! Siapapun yang mempunyai hati nurani nan suci lagi berbudi, tolongin gue sekarang!" teriak Setyo "Gue mohon," ujarnya lirih.

"Ahahahaha. Aaaahahahah." Suara tawa itu, membuat Setyo menoleh sembarang ke arah belakang.

"Siapa lu? Oh, pasti elu yang culik gue, kan? Ngaku lo siapa, begajul!" sengit Setyo.

Tuk

Entah apa yang mengenai kepalanya, Setyo meringis tanpa bisa mengelus bagian yang sakit. Pikir Setyo, itu semacam kaleng bekas ketika benda itu jatuh ke lantai.

"Anjas—mira!" umpat Setyo menahan emosinya.

"Ekhem ..."

Setyo mendengar pria itu berderhem, lalu suara derap kaki berjalan mendekatinya. Setyo perlahan mundur, hingga tubuhnya terhalang oleh tembok.

"Eh, mentok."

Setyo mencium bau tembakau yang menguar ketika pria itu tinggal beberapa centi darinya. Dengan susah payah Setyo berusaha biasa saja, walau sebenarnya ingin merengek pada abang tersayang jika ada.

"Ma-mau apa lu? Jangan macam-macam ya, gue udah punya bini. Manteb, seksi, bahenol, cantik sih lumayan. Jadi jangan ngadi—"

"DIAM!"

"Eh, diam. I-iya gue diem dah," sahut Setyo gugup.

Setyo terkejut ketika dagunya ditarik kasar ke atas, cengraman itu membuat Setyo yakin kalau pria yang menyandranya berbadan kekar.

Gepeng dah badan gua.

Setyo diam seribu bahasa, ia tak berani banyak tingkah sehingga kejadian seperti di film terjadi padanya. Big no, sosok paripurna dirinya tak boleh terluka barang satu titik pun. Lebay, memang begitu kenyataannya.

"Kamu tahu, kenapa sekarang berada di sini? Di sebuah ruangan kedap suara dan dingin ini?" Suara itu teramat asing bagi Setyo. Ia yakin tak mengenali suara itu.

"K-kan Anda belum kasih tahu, mana saya tahu," sahut Setyo. "Buka kek penutup matanya, biar saya tahu siapa Anda wahai penculik," sambungnya lagi.

ARGHHH

Setyo memekik ketika punggungnya dicambuk. Reflek ia melakukan gerakan mengesot menghindari bahaya yang entah dari mana.

"Buset, bahlul lu sakit banget guaaa!" umpat Setyo nyaring dengan kesalnya. Suara ringisan kembali terdengar setelah sumpah serapah singkat itu keluar. "Saket banget, dugong."

"Dengar, di sekitarmu minim pencahayaan. Tempat ini juga dulunya bekas gedung perusahaan, di mana pernah terjadi aksi gantung diri. Sudah tahu kan apa yang terjadi kalau seorang diri di tempat angker ini?" ucap pria itu menunjukkan smirk yang amat menyebalkan.

SETYO FAMILY [COMPLETED] Where stories live. Discover now