Teror

161 26 22
                                    

Keluarga Setyo sedang melangsungkan makan malam. Hari ini Yerin sengaja masak banyak untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat renggang karena persoalan kecil yang terkesan kekanak-kanakan. Tapi lihat, bahkan Setyo hanya menerawang sambil memisahkan daging ayam dari tulangnya. Yerin jelas tak suka, hasil kerja kerasnya hanya untuk diperlakukan seperti itu.

"Sayang! Makan aja kenapa sih. Halunya tahan dulu, makan yang bener!" tegur Yerin.

"Mulai nih," ucap Tatan memilih acuh setelahnya. Pikirnya, bagaimana bisa menghabiskan makanan yang banyak kalau-kalau ayah dan bundanya tak jadi makan karena berdebat.

"Apaan si, Yang! Aku lagi mikir nih, jangan ganggu dulu. Ntar tambah runyam," sahut Setyo.

"Ya tapi kamunya nggak makan. Aku udah masak banyak dan enak, malah dikulitin doang kayak gitu. Perlu aku suapin sekalian?!"

"Boleh deh."

"Hih, nyebelin. Makan sendiri! Nggak malu apa sama anak," cerca Yerin.

"Tadi nawarin. Aneh!" cibir Setyo.

Diam sejenak, Yerin menatap kembali Setyo yang hanya makan nasi seujung sendok, tapi menghabiskan setengah paha ayam.

"Kamu tuh kenapa sih, Yang? Nggak enak masakannya atau mulut kamu yang nggak enak makan?" tanya Yerin tak sabaran.

"Pikiran aku yang nggak enak."

"Emang mikirin apa? Duit banyak, perusahaan jaya, bini cantik, muka ganteng, anak ajaib. Apa lagi yang kamu pikirin? Atau jangan-jangan kamu mikirin bibir menyala si staff cewek itu?" cerocos Yerin.

"Astaga, Leha ... ngapain mikirin bibir menyala sih. Bibir kamu yang gemerlapan sama minyak goreng aja aku biasa aja. Pikiran kamu tuh perlu didownload kembali deh," komentar Setyo.

"Ya terus kamu mikirin apa, SETYO? Jawab langsung kalau bini tanya, jadi nggak perlu debat dulu," balas Yerin tak mau kalah.

Setyo terdiam sejenak, lalu menatap Yerin penuh arti. Ia mencondongkan badannya ke depan, agar bisa bicara dengan jelas.

"Nyawa suami gantengmu ini terancam, Leha. Terancam!" ujar Setyo serius.

"Hah? Seriusan, Setyo? K-kenapa bisa gitu? Kamu ada masalah apa sama orang?" panik Yerin.

"Nggak ada," sahut Setyo datar, lalu melanjutkan makannya dengan benar. Lapar juga terlalu lama menerawang tadi.

"Lah, tadi katanya terancam. Bicara yang jelas dong. Aku perlu kepastian biar gampang tulis surat wasiat."

Setyo tersedak, lekas Tatan menyodorkan air putih miliknya. Yerin menatap khawatir hal itu.

"Kamu gapapa, Yang?"

"Gapapa-gapapa! Kamu ngomong soal surat wasiat itu maksudnya apa toh? Kamu beneran mau suamimu ini mati? Iya, Leha?!" omel Setyo melotot.

"Ya enggaklah! Suami macam kamu itu biar nyebelin plus nyusahin, tapi ganteng. Jadi nggak bakal rela kalau mati cepet," sahut Leha.

Setyo merotasikan matanya. "Serah kamu dah. Aku udah kenyang makan pikiran," ucapnya seraya berdiri meninggalkan meja makan.

"Sayang! Habisin dulu makanannya," seru Yerin.

"Kasih kucing!" sahut Setyo yang sudah tak terlihat dari pandangan Yerin.

Yerin mendesah kecewa, ia menatap makanan yang bersisa sedikit. Perasaan ia masak yang banyak tadi. Ke mana perginya makanan yang tak terjamah tadi?

"Tatan kenyang banget, Bund. Besok nggak usah sarapan aja," ujar Tatan seraya meninggalkan meja makan.

"Jadi anak gue toh yang borong," gumam Yerin heran.

SETYO FAMILY [COMPLETED] Where stories live. Discover now