Dalam dingin yang menusuk sendi.
Ingin kuceritakan sebuah dongeng
tentang malam.Begini prolognya :
Malam kembali menghampiri.
Membentangkan selimut kegelapan
beserta sepi dan sunyinya.Tak ada cahaya yang benar-benar kuat
mengalahkan gelapnya.
Yang ada hanya segelintir lampu depan
rumah yang sedang berusaha memberi
secercah cahaya pada jalanan yang sepi
akan langkah.Seperti halnya hati
ketika tersakiti.
Tak ada yang benar-benar
mampu menghapus lukanya.
Yang ada hanya secercah
harap dan pinta agar
tak ada lagi luka
yang datang menyapa.Lanjut dongengnya :
Kususuri jalanan yang sepi
ini sendiri.
Lalu, mataku terfokus pada
dinding rumah yang penuh
akan rongga di sekujur tubuhnya.Bekas dari paku-paku yang dengan gagahnya menusuk setiap titik
dalam tubuh dinding yang rapuh itu.Paku-paku yang dengan kejamnya
menancapkan rasa yang begitu dalam
pada hatinya.Hingga meski dirinya telah tercabut dari tubuh itu. Sisa-sisa kenangannya masih membekas dalam relung kalbu paling dalam.
Terakhir epilognya :
Namun, dinding itu masih sanggup berdiri sampai detik ini. Meski telah tertusuk ratusan paku, hanya karena puluhan batu bata pinta yang menopang tubuhnya masih belum rela jika ia harus roboh hanya karena luka.
Tamat.
Sungguh kurasa awalnya kisah
ini hanyalah fiktif belaka.
Namun, sejenak kumerasa kisah ini
nyata adanya.
Setelah kutahu bahwa penulisnya
adalah dinding yang penuh akan lukaKebumen, 09 November 2021
BINABASA MO ANG
Semesta Berpuisi
Poetry"Sekitarmu adalah puisi tanpa kertas. Maka, jadikanlah hatimu buku catatan tak berhalaman, dan akalmu pena yang tak pernah kehabisan akan tinta. Hingga setiap puisi yang dirangkai semesta, mampu terbaca oleh mata fana manusia". Seseorang yang tengah...