Chapter 62

5.3K 316 13
                                    

[Masih Edisi Novel]

Baby Aryan

Di sebuah ruang kamar yang akrab di mata, tampak seorang ibu muda yang tengah menyusui anaknya dengan tenang. Lalu di sebelah ibu dan anak itu tampak pula seorang pria yang sedang tertidur pulas, selimut menutup rapat tubuhnya. Ya, itu adalah keluarga kecil Adwan.

"Sayang, bangun," terdengar sapaan suara lembut Saras, bersamaan dengan ia yang menepuk pelan pipi Adwan.


"Heum...iya, Sayang," rancau Adwan dengan suara berat, sembari membuka malas matanya.

"Mandi, hei. Siap-siap shalat subuh," Saras mencubit pipi Adwan sedikit keras, gemes sepertinya.

Alhasil membuat Adwan sadar sepenuhnya, "Iya, Sayang. Aku bangu....,"

"Eh, anak Papa udah bangun ternyata," mata Adwan langsung berbinar indah saat melihat anaknya yang berada di pangkuan Saras.

"Cup," ciumannya langsung mendarat di pipi anaknya.

"Ih, wanginya anak Papa walaupun belum mandi," lanjutnya sembari menyentuhi pelan wajah anaknya.

"Masih pagi udah nen aja. Lapar ya, anak Papa," lanjutnya lagi, terlihat begitu asik.

"Cup,..cup,..cup," tiba-tiba ia menghujani ciuman lagi di wajah anaknya.

Sungguh, Saras hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat tingkah suaminya.

"Sayang, gendongin Aryan sama aku dong," lanjut Adwan tiada habisnya.

"Lah, kok gendong sih, Chagi. Mandi dulu, bentar lagi udah adzan tuh."

"Gendongin dulu bentar, baru aku pergi mandi. Lihat tuh mata Aryan, dari tadi lihatin wajah Papanya mulu. Pasti mau digendong kan, Nak," ucap Adwan asal saja, padahal anaknya itu sama sekali tak melihatnya.

Saras bisa apa jika Adwan sebegitu memaksanya, "Yaudah, nih Aryan-nya. Habis ini mandi ya, Papa," ucapnya memilih pasrah saja, sembari meletakkan Aryan ke gendongan Adwan.

"Ih, gantengnya anak Papa. Peluk dulu....peluk dulu," Adwan langsung memeluk erat anaknya yang baru ada di gendongannya. Tampak seperti ia tak tahu harus mengapakannya lagi saking sayang dan gemasnya.

"Oekk,..oekk," tangisan Aryan menyambar tiba-tiba. Tentu saja, bayi mana yang tidak akan menangis dan merasa terganggu jika terus dirunyami seperti itu, walaupun Papanya sendiri.

"Eh...eh! A-Aryan nangis, Sayang," Adwan langsung kepanikan menatap Saras.

"Sini...sini," Saras lekas mengambil Aryan dari gendongan suaminya itu.
Yang benar saja, Aryan langsung terdiam damai dalam gendongan Mamanya. Rupanya benar jika ia merasa tak nyaman dengan Papanya tadi.

"Ih, Aryan pilih kasih. Masa sama Mama diam gitu, giliran sama Papa malah nang...."

"Bukan pilih kasih, Papa. Tapi itu kode buat nyuruh Papa mandi. Iya kan, Nak?" potong Saras, sembari mengusap-usap lembut kepala Aryan.

"Hm, iya...iya. Papa mandi deh
sekarang, tapi nanti kita main lagi ya."

"Siap, Papa," balas Saras memaksudkan seolah anak mereka yang berbicara.

Setelah itu, Adwan pun segera beranjak ke kamar mandi. Tampak begitu enggan meninggalkan anaknya, barang semenitpun.

.....

Berlalu sekitar satu setengah jam, Adwan pun sudah selesai dengan ibadah shalat subuhnya, lengkap dengan ayat suci Al-Quran yang ia lantunkan merdu. Selesai dengan semua itu, ia pun dengan tak sabaran menghampiri anaknya kembali ke tempat tidur.

"Papa datanggg, peluk Papa dulu....peluk Papa dulu," Adwan kembali merunyami anaknya dengan rasa kegemasannya, memeluknya erat sambil menciuminya.

"Uwaughh," Aryan tiba-tiba memperdengarkan suaranya, bersamaan dengan tangannya yang sedikit mengenai wajah Papanya.

"Ih, Papa ditonjok, Mamaa," Adwan langsung merengek dengan tangis yang dibuat-buat.

Tawa halus Saras terdengar menyapa, "Lagian orang sesak tauu dipeluk mulu. Iya kan, Sayang," tanggap Saras memaksudkan Aryan.

"Berarti kalian sekongkol buat jahatin Papa, saatnya Papa balas dendam."

"Enggak, Papa. Kami sayang sama Papa. Iya kan, Nak,"

"Enggak percaya, Papa akan tetap balas dendam."

"Hiyyak, rasakan pukulan Papa,"
Adwan meninjukan pelan tangannya ke wajah Aryan, amat pelan. Sedikitpun tidak akan menyakiti anaknya itu.

Drtt....drttt

Getar hp Adwan tiba-tiba, yang memang ia letak sembarang di tempat tidur.

Syaqib is calling

"Sayang, Syaqib nelepon," ucap Saras dengan hp yang sudah ia pegang di tangannya.

Namun Adwan sama sekali tak menghiraukannya, ia tampak begitu asik bermain dengan anaknya. Mendapati hal itu, akhirnya Saras memutuskan untuk mengangkatnya sendiri saja.

"Assalamu'alaikum, Gus," terdengar sapaan Syaqib di ujung telepon sana.

"Wa'alaikumussalam, Syaqib," balas Saras.

"Eh, Neng Saras ternyata. Gus Adwan ad...."

"Aghh,...Papa ditonjok lagi. Enggak bisa, Papa harus cari bantuan," suara heboh Adwan di tengah-tengah sambungan telepon Saras dan Syaqib.

"Ada kok, Qib. Tuh, lagi asik main sama Aryan," Saras melanjutkan obrolan telepon.

"Haha, seru banget kayaknya si Gus. Oh iya, Neng. Nanti rencananya kami mau datang main ke rumah kalian. Kalian di rumah kan, Neng?"

"Iya, di rumah kok, Qib. Datang aja nanti, kami tunggu."

"Okey, Neng. Kalau gitu aku tutup dulu ya teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Tuttt

Sambungan telepon pun diputus.

"Chagi, Syaqib sama yang lainnya mau datang ke sini nanti katanya," ucap Saras kemudian.

"Yaudah, Sayang. Datang aja, kenapa harus ijin segala."

"Iya juga sih,"

"Sini Aryan-nya, Chagi. Biar dia mandi dulu," sambung Saras.

"Ih, anak ganteng Papa mau mandi. Papa ikut mandiin ya, Sayang. Biar kita main air nanti."

Tentu saja Saras tertawa mendengatnya, "Aryan itu masih kecil loh, suamiku. Tunggu umur 3 bulan dulu, baru kalian bisa main air kayak yang kamu bilang."

"Hm, iya...iya. Papa tunggu deh. Kita gak jadi main air, Sayang. Mama gak bolehin," ucap Adwan dengan bibir mengerucut.

Saras tak menjawab apa-apa, ia hanya balas tersenyum menatap suaminya itu.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang