Chapter 5

8.3K 778 41
                                    

Kicauan burung yang terdengar riang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kicauan burung yang terdengar riang. Semerbak bunga pucuk merah yang mengembun di pagi ini, mengelilingi setiap lekuk halaman ponpes, layaknya pagar yang dijejer rapi. Ah, sangat sejuk terlihat.

Pagi yang cerah disertai wajah yang cerah? Bukan!! Dari jarak yang lumayan dekat, terlihat 4 sosok yang tak asing di mata. Sangat rapi dengan Balutan kameja putih dan lilitan rapi sarung biru muda polos, serta peci hitam mengkilat yang terpasang karismatik di kepala masing-masing. Ya, Adwan, Aidan, Syaqib, dan Fauzan berjalan tampak malas di halaman Ponpes.

"Yaelah, Ustadz Jidan kenapa sih pakai acara gak masuk segala! Kan gak enak kalau sehari aja gak jumpa sama Ustadz Jidan, rasanya ada yang kurang. Humorisnya itu loh, bikin kangen!" gerutu Syaqib di hadapan tiga sahabatnya.

"Aku bukan itu sih yang dipermasalahkan. Aku lebih ke capeknya, udah buru-buru siapan dari jam 6, eh taunya gak masuk!" sambut Aidan memang terlihat kesal.

"Benar kata Aidan! Tau gitu mending lanjut tidur sehabis pulang masjid subuh tadi," timpal Fauzan.

"Obrolan gak berguna!" semprot Adwan tanpa menatap.

Ketiga sahabatnya hanya menatap pasrah saja. Mereka sudah terbiasa dengan tempramen buruk Adwan. Namun mereka menyadari sepenuhnya bahwa Gus Adwan itu sebenarnya orang yang baik, hanya saja tertutupi oleh timbunan es yang ada dalam dirinya.

"Seharian ini kita berarti kosong, dan lanjut kelas malam nanti. Gimana kalau kita nongkrong di kantin depan?" usul Syaqib antusias.

"Ayok, aku lapar," singkat Adwan dan langsung mempercepat langkahnya, meninggalkan tiga sahabatnya di belakang.

Tiga orang itu saling melempar pandang, mengangkat acuh bahu masing-masing. Lalu berlari menyusul Adwan di detik berikutnya.

***

"Semoga aja Ayang Vanya lewat," celetuk Syaqib di tengah-tengah sarapan mereka.

Pletak

Fauzan menggeplak kesal kepala Syaqib.

Bukannya marah atau apa, malahan Syaqib tertawa melihat Fauzan "Kenapa Zan? Iri banget kayaknya, haha."

"Iri? Jijik iya!!!" sambar Fauzan.

"Halah Zan, maling mana ada yang ngak......."

Huph

Seseorang kini muncul di tengah-tengah mereka. Ya, itu Wulan.

"Eh, Neng Wulan. Kok bisa sampai sini Lan?" sapa Syaqib antusias.

"Makan, Lan." basa-basi Aidan ramah.

"Kalian lanjut aja, aku kesini cuma mau ngantar ini buat Adwan," ucap Wulan sopan, sembari menunjukkan rantang yang ada di tangannya.

"Ini buat kamu Gus, dari Umi tadi," Wulan meletakkan rantang itu di hadapan Adwan, lengkap dengan senyum lembut yang ia rekahkan. Namun Adwan sama sekali tak membalas senyum itu, malahan ia menyibukkan diri dengan melanjutkan makanannya tadi.

Wulan yang mendapati itu, langsung melunturkan senyumnya. Dan tanpa berkata apa-apa, ia langsung pergi meniggalkan tempat itu.

Adwan tetap tak menggubris. Malahan tiga sahabatnya yang merasa tak enak ke Wulan atas sikap Adwan.

"Gus," panggil Syaqib tiba-tiba.

"Aidan, nih makan!" Adwan malah menjawab lain, sembari menggeser rantang itu ke hadapan Aidan.

"T-tapi Wan," sambut Aidan serba salah.

"Yaudah, kalau kalian gak mau makan, biar aku kasih ke yang lainnya."

"Eh eh, jangan Gus! Aku mau dong, apalagi gratis, terlebih lagi ini dari Bu Nyai tadi kata Wulan. Ahaha" sambar Syaqib heboh.

"Makan sekarang!" singkat Adwan dingin.

Terlihat Aidan yang menghela napas panjang, lalu menatap ke arah Adwan "Mau sampai kapan Wan kamu memperlakukan Wulan gini. Ingat, manusia itu ada batas lelahnya. Jangan sampai kamu menyesal saat Wulan gak lagi memperjuangkan kamu nanti,"

"Gak dianggap itu, melelahkan," lirih Fauzan menimpali.

"Suatu saat kamu akan merindukan momen dimana Wulan memperjuangkan kamu. Tapi rasa itu baru akan datang ketika dia yang berjuang telah pergi dari kehidupan kamu. Entah karena lelah atau merasa terbuang." susul Syaqib.

"Ribet!!" singkat Adwan acuh.

Syaqib menyambut dengan gelengan kepala, seperti tak habis pikir dengan jalan pikir sahabatnya itu "Nanti ditinggal nangi........"

"Ebusettt!!! Bikin merinding aja nih tempat. Udah kayak di kayangan aja, putih semua noh pakain orang-orang," berisik Saras dari tepi jalan. Kini ia sudah bersama dengan Vanya dan Tania. Sedangkan orang tuanya, sudah duluan masuk ke dalam Ponpes.

Adwan dan tiga sahabatnya yang mendengar jelas lontaran Saras, kini tampak menahan tawa. Lalu sengaja berdiri dari posisi duduk masing-masing untuk melihat tampang orang yang berbicara itu.

 Lalu sengaja berdiri dari posisi duduk masing-masing untuk melihat tampang orang yang berbicara itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Allahu!! Dia siapa? Tipe aku banget," cerocos Syaqib heboh.

"Semua cewek bening tipe kamu emang. Tapi lihat noh, di sebelahnya ada Ayang kamu bukan?" semprot Fauzan.

"Hah?" Syaqib memperjelas ke arah tiga perempuan itu.

"Lah iya, itu ada si Vanya!!" heboh Syaqib sendirian.

"Pasti anak hits," Adwan buka suara.

Srepp

Tiga mata sahabatnya langsung memusat tajam ke Adwan. Rasanya mustahil bagi seorang Gus Adwan mau menyumbangkan suara untuk mengeluarkan pendapat.

"Kenapa kalian?" Adwan balas menatap sinis ketiga sahabatnya.

"Hehe, gak kok Gus," sambut serentak tak karuan dari ketiga sahabatanya.






Vote dan komen!

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang