Chapter 16

6.8K 698 115
                                    

Jarak rumah Saras dengan pesantren memakan waktu satu jam-an. Sekarang ia hampir sampai, sekitar 15 menit lagi.

"Duh, semoga nanti aku gak ketemu siapa-siapa, terutama Cha......"

Byurr

Guyuran hujan deras turun, persis disembur.

"Eh matii..!! Papa gimana nih, aduh!"

"Ishh!! Mana jalannya gelap lagi. Ah, udah lah ngebut aja."

0,5 kilo meter dari tepi jalan raya, keadaan ponpes memang lah sepi dan sedikit gelap karena lokasinya yang memang sengaja dijauhkan dari kebisingan umum. Setelah pengunjung memasuki persimpangan jalan menuju ponpes. Maka akan dihadapkan dengan jejeran rapi pepohonan hijau yang sengaja dirawat dengan telaten. Sehingga ketika pengunjung memasuki area ponpes, maka tak jarang sebutan yang terlontar adalah "memasuki hutan peri". Bukan karena pedalaman, bukan!! Tapi itu memang disengaja. Setelah selesai menikmati jejeran pepohonan asri, lalu akan disuguhkan dengan gedung elit bertingkat Pondok Pesantren Al-fatah. Santri yang masuk kesini pun bukan dari kalangan menengah, melainkan kalangan atas ke elit. Maka tak heran jika ponpes ini kerap kali disebut "ponpes-nya para sultan". Lalu bagaimana dengan Saras yang merupakan putri dari investor ponpes sultan ini sendiri? Dan lebih bagaimana lagi dengan Adwan yang merupkan putra dari pemilik sekaligus pimpinan dari ponpes sultan ini sendiri? Hmm.

Saras terus menyusuri jejeran rapi pepohonan itu, keadaan benar-benar tampak gelap karena guyuran hujan lebat. Bahkan lampu mobilnya sudah memancar terang kini. Sungguh, ia sedikit merinding melewati jalan itu.

Drt drt

Getar hp-nya.

Appa (papa) is calling

Buru-buru ia mengangkatnya

"Halo, Pahhh," suara Saras hampir berteriak karena hujan yang semakin meninggi.

"Halo, Nak. Kamu tidak usah jemput Papa. Papa ada rapat kelola saham mendadak ini."

"Loh, Pah!!! Saras udah hampir sampai ini. Gimana sih Pah, ishh!"

"Yasudah Nak, kamu lanjut kesini saja kalau kamu mau. Kita pulang sama-sama nanti, tapi kamu nunggu Papa diluar."

"Dih apaan! Pulang aja deh, yang ada malah ketemu orang itu nanti." batin Saras.

"Papa tunggu disini ya Nak."

"Eh, Pah...Pah. Saras pulang aja mending, kasian Mama sendirian di rumah."

"Oh yasudah Nak. Papa minta maaf ya udah repotin putri Papa."

"Ah, enggak kok Pah."

"Hati-hati ya, Nak."

"Iya, Papahh."

Tuttt

Saras memutuskan sambungan telepon.

"Ada-ada aja Papa, udah capek-capek jugaaa!! Eh, malah diginiin. Wah! Papa lebih parah sih dari tukang ghosting." dumel Saras sembari memutar balik arah mobilnya.

"Kok gelap banget ya, padahal baru jam setengah tiga."

"Kok merinding gini sih ah! Apa jangan-jangan jalan ini ada penung......"

Srepp

Ia menge-rem mendadak mobilnya.

"Heh!! Apa itu??" Matanya membulat ke tepi jalan dari kaca mobilnya. Ya, disitu ada seseorang yang terkapar.

"Heh!! I-itu orang bukan sih?" ia menempelkan wajahnya ke kaca mobil untuk memperjelas.

"Hah, Chagi...!!!" ia bahkan menurunkan kaca mobilnya kini.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang