Gista melotot mendengarnya. "Pulang?!"
"Lo biarin dia pulang padahal dia itu kunci atas semua jawaban yang gue cari selama ini." Napas Gista mulai tak beraturan. Dia menatap tajam ketiga cowok jangkung di depannya ini.
"Lo semua bego apa gimana sih?!"
Anara mengelus pundak Gista, pelan. "Tenang, Gis. Tenang. Jangan emosi."
"Gimana gue nggak emosi coba, Ra. Kak Rania tadi itu udah mau bilang sesuatu sebelum pingsan. Dan sekarang saat dia udah sadar, mereka malah biarin dia pergi gitu aja. Goblok banget nggak sih!" murka Gista.
"Elo juga, Jan. Harusnya lo tuh nggak biarin Bang Ganes sama Kaivan pulang!" sembur Gista pada Janu yang hanya menatap gadis berkuncir kuda itu dengan tatapan plonga-plongonya.
Jujur. Dia tidak tahu ada masalah apa dengan Ganes.
Yang Janu tangkap dari kejadian hari ini adalah Ganes dan Danar yang memperebutkan Rania.
"Lah, mereka yang pulang kok gue yang lo salahin sih, Gis?" bingung Janu, menatap Gista dengan tampang polosnya.
"Kan, lo sendiri juga nggak bilang apa-apa sama gue. Nggak nyuruh gue buat ngelarang mereka pulang juga."
Janu sepertinya tengah menggali kuburannya sendiri. Sudah tahu situasinya seperti ini dia malah membela diri dengan tampang polosnya.
Gista mendelik tajam. Janu menelan ludahnya kasar. Bila mata tajam Gista bisa mengeluarkan sinar laser. Mungkin wajahnya bisa bolong hanya karena tatapan tajam gadis itu.
"Gis, Janu bener kok. Dia nggak salah. Kan, lo emang nggak nyuruh Janu buat nyegah mereka pulang."
Anara membekap mulutnya seketika menyadari ia salah ia bicara. Ia telah membela Janu yang berarti sama halnya dengan menggali kuburannya sendiri.
Lihat saja! Mata elang itu makin mendelik tajam ke arah keduanya. Seolah-olah mereka adalah mangsa yang telah diincarnya selama ini.
"Kita juga nggak mungkin ngelarang kakaknya Kak Rania buat bawa dia pulang. Kita nggak punya hak dan alasan yang kuat, Gis," ujar Manggala.
"Lo tahu, kan, kalau Bang Ganes sama Kak Rania itu ada masalah sama hubungan mereka yang nggak direstuin. Kalau kita nahan Kak Rania dengan alasan buat korek info tentang Bang Ganes. Itu percuma aja. Mereka pasti nggak bakalan ngebolehin Kak Rania lama-lama di sini."
Tidak ada yang berbicara lagi. Apa yang dikatakan oleh Ganes memang ada benarnya.
Gista mengepalkan tangannya kuat lalu meninju dinding di sebelahnya menimbulkan pekikan tertahan dari Anara.
"Shit!"
Gadis berkuncir kuda itu duduk di kursi depan UKS dengan tatapan kosongnya. Banyak sekali asusmi dan dugaan yang kini berkecamuk di kepalanya.
"Gis." Anara ikut duduk di samping Gista.
Sementara, ketiga cowok visual tadi masih berdiri di depan pintu UKS menatap ke arah yang sama, Gista.
"Gue harus mastiin sesuatu, Ra. Gue harus mastiin kalau dugaan gue itu salah," ucap Gista masih menatap ke depan.
"Dugaan apa?" Magenta yang semula hanya diam sambil mengunyah permen karet, tiba-tiba berbicara.
"Dugaan kalau sebenernya rahasia Ganes itu ada hubungannya sama Kak Naya."
***
Di sebuah rumah mewah berlantai dua, tampak dua orang yang tengah terkagum-kagum dengan arsitektur rumah yang mirip mansion.
Dua orang itu, Janu dan Anara.
YOU ARE READING
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 49
Start from the beginning
