Chapter 5 : tidak biasanya

81 7 0
                                    

~Happy Reading~

~Happy Reading~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*.·:·.✧    ✦    ✧.·:·.*

Ujung-ujung dedaunan terlihat penuh dengan bulir-bulir embun yang menginap semalaman. Matahari di luar sana sudah meninggi. Sinarnya mampu menembus sela-sela tirai jendela kamar pria berusia delapan belas tahun itu.

Sementara penghuni ruangan ini masih setia di atas kasur nya. Ia mengucek matanya sedikit kaget dan bingung karena kamar yang biasanya berantakan tiba-tiba menjadi bersih dan rapi.  Sampah-sampah yang biasanya ia simpan di atas karpet kini hilang entah kemana. Lantai yang berdebu kini menjadi kinclong sampai-sampai semut pun terpeleset. Ia beranjak mengecek lemari nya, baju baju disana sudah tertata rapi. Ia melirik ke arah meja belajarnya, buku buku-buku yang biasanya tergeletak tak karuan kini tertata rapi.

Dengan segera ia beranjak dari tempatnya kemudian bersiap untuk pergi ke sekolah. Geva berjalan menuju ke lantai paling bawah. Ia menghirup bau makanan yang menguar dari beberapa piring makanan yang tertata rapi di atas meja.

Tidak biasanya ada makanan di atas meja makan. Geva menoleh mencari tahu siapa yang melakukan ini semua. Geva berjalan menghampiri wanita paruh baya yang berpenampilan sederhana dengan pakaian daster yang lusuh, kumuh dan rambutnya diikat menjadi satu kebelakang yang nampak sedikit beruban. Dia adalah Bi Narsih.  Salah satu dari pembantu di rumah Geva, dan menurutnya beliau adalah pembantu terbaik yang pernah ada. Tapi itu dulu ketika Geva dan keluarga nya masih baik-baik saja dan belum sehancur seperti sekarang.

Geva menghela napas pelan lalu tersenyum pada Bi Narsih. "Bi, kan sudah saya bilang, Bi Narsih nggak usah repot-repot lagi nyiapin makanan ataupun beres-beres rumah ini lagi."

Geva meneguk ludah nya pelan kemudian melanjutkan kalimatnya, "Saya nggak bisa gaji Bi Narsih kayak dulu lagi."

"Tuan, saya sudah bekerja di rumah ini lebih dari 20 tahun. Dan keluarga tuan selalu memperkerjakan saya dengan baik, bahkan keluarga tuan sudah menganggap Bibi seperti keluarga tuan sendiri."

"Saya tahu, tapi Bi Narsih juga harus melanjutkan hidup, untuk keluarga bibi di kampung. Bi Narsih bisa cari kerja di tempat lain yang bisa gaji Bi Narsih dengan layak," Potong Geva.

"Bibi akan merasa sangat bersalah dan berdosa jika harus meninggalkan tuan disaat tuan berada dalam masalah besar seperti ini, tuan... Ijinkan saya membalas kebaikan-kebaikan yang telah keluarga tuan lakukan kepada saya. Bibi tidak apa-apa jika tidak di gaji, bibi malah seneng kalau bibi bisa membantu tuan..."  tambah perempuan berusia sekitar lima puluhan tahun itu.

Entah mengapa rasanya hati Geva bergetar saat mendengar kata-kata Bi Narsih dan membuat Geva sulit untuk menolak permintaan beliau.

GEVARIEL [ON GOING]Where stories live. Discover now