🌙ㅣ40. Cahaya yang Meredup

136K 12K 1.1K
                                    

''Ada sesuatu yang abadi, namun ada juga yang hanya sementara''

''Ada sesuatu yang abadi, namun ada juga yang hanya sementara''

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KENAPA LO LAKUIN ITU?!"

Syaila menangis histeris begitu Alzero berteriak di hadapannya, juga di hadapan dua sahabatnya yang lain. Ketiga gadis itu tak berkutik, selain menangis dan menyesali perbuatan.

Mereka berada di sekolah, sekarang ketiganya dipanggil mendadak ke ruang konseling. Awalnya menduga hanya karena perundungan yang mereka lakukan, nyatanya bukan itu. Keluarga Zanava sudah menantinya. Ada Anggara, Alderion, serta Alzero yang menyambut Syaila di sana.

Syaila meremat roknya dengan gemetar, ia sudah mendengarkan apa yang terjadi dan Alzero saat ini tak terkendali membuat takut setengah mati.

"Kalian ninggalin korban di jalan gitu aja! Itu kasus kriminal!" satu vas bunga pecah berserakan menimbulkan suara nyaring. Alzero tidak peduli, amarahnya sudah tidak bisa dibendung, membungkam yang ada termasuk beberapa guru di sana. "Kenapa diem?! Gue butuh penjelasan lengkap! Atau polisi yang harus ngambil tindakan?!"

Syaila menggeleng-geleng dengan ribut bersama kedua temannya. Gadis itu segera mendekat pada Alzero lantas berlutut. Tangisannya masih ada, susah payah ia menahannya.

"Gue ... gue gak sengaja. Gue gak tahu, beneran gak tahu itu Bu-Bulan." Ini adalah alasan lain yang membuat Syaila gemetaran hebat. Semalam ia tidak tahu siapa yang sudah menjadi korban tabrakannya. Tidak ada yang tahu wajah gadis yang dipenuhi darah itu. Mereka bertiga sepakat untuk tidak membahasnya dan sepakat untuk melupakannya saja, dan bersikap normal. Sekolah, pulang, dan berkumpul, seperti itu. Mereka berniat menyembunyikan semuanya dengan bersikap seperti biasa.

Syaila tak menyangka saat Alzero bertanya kenapa Syaila tak bertanggung jawab atas tindakannya. Syaila terkejut setengah mati apalagi saat Alzero menyebutkan nama Rembulan sedang terbaring kritis di rumah sakit.

"Ma-maaf. Gue ... gue ... takut, gue takut." Tangisan Syaila semakin mengencang, frustrasi dengan semua yang ia alami saat ini. Begitu sial, begitu memuakkan dan tak bisa ia kendalikan.

"Tidak perlu takut." Alderion berdiri dari duduknya untuk menghampiri Syaila. Raut wajah ramahnya menghilang, tergantikam dengan raut datar yang kentara. "Kamu 'kan sudah menjadi pelaku bully, jadi tidak ada gunanya untuk takut. Kasus ini harus kami selesaikan hingga kamu mendapat hukuman yang setara. Lagipula, umur kamu sudah legal."

Syaila langsung mendongak menatap Alderion, peluhnya bercucuran kala ia menggeleng. "Kak, jangan! Nggak, Kak! Maafin saya, maafin saya!" Syaila hendak menghampiri Alderion, tetapi lelaki tinggi itu sudah berbalik kembali ke kursi, bersama dengan Anggara. Syaila mengusap air matanya dengan kasar, lantas mencengkeram kaki Alzero. "Maafin gue! G-gue ada alasan Hero ... maaf! Maaf!"

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang