"A-aku h-harus panggil kalian ... a-apa?"
"Kakak aja." -Alderion
"Abang." -Alzero
"..." -Alvaro
"Sayang juga boleh." -Alvano
. . .
Ini hanya tentang Rembulan, yang ingin mengubah hidupnya yang selalu dilanda kepahitan menjadi penuh dengan rasa mani...
''Mereka menyakiti seolah-olah mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya tersakiti''
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lun! Nih jangan sampe telat! Abis istirahat gue dateng lagi ke sini!"
"Kertas selembar basah, gue siram lo!"
"Jaga baik-baik buku gue, kegores gue gores lagi kulit lo!"
Perintah yang datang silih berganti, selalu Rembulan turuti meskipun dirinya enggan. Ia tidak mengeluh atau menolak secara halus lagi karena itu percuma. Dirinya tidak akan pernah bisa melakukan apapun saat orang-orang yang memiliki kekuasaan besar mendatanginya.
Rembulan memilih diam enggan melaporkan mereka ke pihak sekolah lagi, karena ia sudah pernah melakukannya dulu.
Apa itu berhasil?
Kalian pikir dengan menyerahnya Rembulan, apa ia berhasil? Tentu saja tidak.
Rembulan tidak akan bisa melakukan itu semua karena tidak adanya kekuasaan. Ia hanyalah gadis miskin yang bisa melanjutkan sekolah dengan beasiswa. Seharusnya, Rembulan sadar, ia perlu bersyukur bisa masuk ke sekolah tanpa biaya, maka sebaiknya ia diam dan menurut dari pada berlagak menjadi sok pahlawan yang ingin menyelamatkan sekolah dari kasus bully.
Ia bukan orang berpengaruh di kota, ia bukan orang kaya yang memiliki segala fasilitas yang bisa didapatkan semudah menepuk debu pada pakaian, ia bukan anak kepala sekolah. Tentu saja hal itu sulit baginya. Jangankan itu semua, nyalipun sudah merosot.
"Lun, gue gak bakal maafin lo kalau ada yang salah," ucap gadis dengan rambut dikucir kuda. Ia melotot sebentar sebelum akhirnya berlalu dari hadapan Rembulan.
Rembulan mengangguk, dirinya kembali fokus pada beberapa tumpuk buku di hadapannya. Walaupun tangannya sudah pegal, tapi Rembulan selalu memaksakan diri.
Ia mempunyai ketakutan. Takut dirinya diseret ke toilet dan disiram. Takut seragamnya kotor akibat diinjak-injak. Takut beberapa helai rambutnya terlepas karena jambakan. Semua yang membuatnya takut, semua yang membuatnya gemetar, sebisa mungkin Rembulan hindari. Begitu prioritasnya saat ini.
"LUN!!"
Rembulan mendongak, melihat seseorang yang datang ke kelas sambil berteriak.
Sedari tadi, namanya dipanggil 'Lun' yang merupakan panggilan untuk Rembulan, artinya 'culun'. Rembulan lebih dikenal dengan panggilan itu dibanding dengan namanya sendiri. Entah siapa yang pertama kali memanggilnya begitu, tapi tak sampai seminggu, yang lain juga ikut-ikutan.
Sekali lagi, Rembulan tidak membantah, dirinya menerima bagaimana ia dipanggil atau diteriaki. Membantah atau melawan tidak ada gunanya, itu semua menghabiskan tenaganya saja. Lebih baik Rembulan menggunakan tenaganya untuk menyelesaikan soal-soal.
