🌙ㅣ36. Katanya, Benih Cinta?

Mulai dari awal
                                    

Setelah menatap ragu pada kursi, Rembulan akhirnya duduk di satu kursi dengan Alvaro. Pinggangnya langsung dilingkari lengan lelaki itu.

"Kenapa, Kak?" tanya Rembulan. Ia melirik Agraska di kursi lain yang berhadapan dengannya, sebelum akhirnya menoleh pada Alvaro.

"Jangan deket-deket mereka," ujar Alvaro dengan nada suara yang datar sekali. Tidak tergambar jelas emosinya membuat Rembulan mengernyit.

"Bulan cuman bagiin minum, Kak."

"Posesif banget abang lo." Agraska bergabung dalam percakapan setelah lama mengamati. "Susah dong gue deketin lo."

"Maksud lo?!"

Agraska tersenyum lebar, mengangkat kedua tangannya seperti terkepung polisi. "Ampun, gue bercanda doang. Manis sih, Bulannya."

"Pergi lo!" Alvaro menyentak, tangannya tambah erat memeluk Rembulan. Alvaro yang tenang jadi berubah seperti serigala buas.

Agraska sendiri masih santai, alih-alih ketakutan, ia memilih terkekeh ringan. Kepalanya langsung mengangguk, ia bangkit dari duduknya. "Gue pamit, deh. Inget tawaran gue, Var. Axares bukan musuh lo lagi. Lo bisa masuk kapan aja."

Alvaro menatap tajam Agraska. "No, thanks."

Kekehan Agraska mengudara kembali. "Iya deh iya. Tapi pintu gerbang lo terbuka gak buat gue? Biar gue bisa ketemu Bulan. Kayaknya ada benih cin--"

"Ngomong lagi gue patahin tangan lo." Alvaro langsung memotong.

"Kalem, Var."

Alvaro menajamkan pandangan pada Agraska, hingga Agraska menuju ke motornya dan tertawa tidak jelas. Apa katanya tadi? Benih cinta? Pada Rembulan? Enak saja! Alvaro tidak akan membiarkannya dengan mudah. Mana mungkin Rembulan yang sesabar, sebaik, dan setulus ini harus menjalin hubungan dengan lelaki tempramental bagai Agraska? Itu adalah petaka.

Kedua tangan Alvaro bergerak memindahkan Rembulan ke pangkuannya, membuat mereka berhadapan. "Bulan, jangan suka sama cowok begitu. Bahaya."

Rembulan awalnya terkejut karena pergerakan tiba-tiba Alvaro, padahal Agraska dan anggota Axares lainnya masih di sana membuat mereka otomatis melihat adegan yang tercipta ini. Kepala Rembulan menoleh pada Agraska yang sudah duduk di atas motornya, lelaki itu tersenyum menawan padanya, lantas Rembulan beralih kembali pada Alvaro, yang menatapnya serius.

Kekehan pelan Rembulan keluarkan. Ia mengangguk. "Iya, Kak."

Senyuman miring Alvaro tercetak, tangannya bergerak mengusap kepala Rembulan. "Bagus," ucapnya lalu menoleh ke samping kanan di mana segerombol motor di sana masih terdiam. "Ngapain? Pergi!" sentaknya.

Agraska tertawa, segera menyalakan mesin motor diikuti yang lain dan melaju meninggalkan kediaman Zanava. Namun sebelum benar-benar keluar dari gerbang, Agraska berteriak nyaring.

"REMBULAN! KITA HARUS KETEMU LAGI!"

- 4B -

"BULAN KAYAK PERI!" Alvano berteriak nyaring, langsung berlari menghampiri Rembulan dan memutari gadis itu dengan antusias. "Woah, siapa yang nurunin bidadari?!"

Kedua pipi Rembulan merona, padahal ia hanya mengenakan sebuah dress selutut berwarna lilac. Mungkin ini karena dress, karena Rembulan jarang sekali memakai pakaian seperti ini, makanya ia jadi terlihat berbeda.

Malam ini, rencananya keluarga Zanava akan makan malam di luar. Anggara mengatakan ide ini karena besok hari libur dan Anggara tidak terlalu sibuk dengan pekerjaan. Ini kesempatan agar mereka lebih dekat lagi, dan sebuah langkah bagi Anggara untuk membangun keluarga yang harmonis.

"Katanya peri, kok sekarang bidadari?" Alzero mendengkus, ia melipat tangannya di depan dada lantas memperhatikan Rembulan dari atas sampai bawah. Alvano tidak berlebihan memuji gadis itu. "Rembulan selalu cantik. Tapi ini lebih dari biasanya," pujinya.

"Makasih, Bang Zero, Bang Vano." Rembulan tersenyum kaku. "Jangan lihatin Bulan kayak gitu."

Mendengarnya, Alzero dan Alvano malah terus menggoda bukannya berhenti. Hingga mereka teralihkan saat Anggara dan Laila datang bersama dari dalam kamar. Keduanya sudah rapi dan tampil serasi.

"Wah, udah siap se--eh, Rion sama Varo belum ada." Anggara mengerutkan keningnya mencari dua anaknya yang lain.

"Di sini, Pa." Alderion turun dari tangga bersamaan dengan Alvaro, dua lelaki itu baru selesai. "Varo bingung pilih baju, nih."

Alvaro merotasikan bola matanya. "Abang yang ribet."

"Udah, sekarang kita berangkat." Laila melerai keduanya, ia dan Anggara segera keluar dari rumah diikuti oleh anak-anaknya.

Sekitar setengah jam, keluarga Zanava sampai di sebuah restoran. Mereka langsung disambut oleh dua pelayan dan diantarkan ke meja pesanan mereka.

Suasana hangat tercipta dan bisa Rembulan rasakan saat ini. Di mana keluarga lengkapnya berkumpul bersama dan bisa mengobrol santai dengan ekspresi cerah tergambar dalam ekspresi masing-masing. Saat kecil, Rembulan selalu merasakan ini. Ada ayah dan ibunya serta dirinya yang menjadi pelengkap, namun kemudian suasana itu hilang ketika ayahnya tiada. Saat ini, ada kesempatan lagi untuknya. Rembulan bersyukur, dan ia harus tetap menjaganya.

Senyuman Rembulan terbit, membuat Anggara dan Laila yang sedang menatapnya sedikit heran.

"Bulan lagi seneng, ya?" tanya Anggara pada Rembulan yang kini mengerjap.

Kepala Rembulan langsung saja mengangguk. "Iya, Pa. Bulan senang bisa kumpul kayak gini."

"Kami juga senang lho, ada Bulan di sini." Alderion mengelus puncak kepala Rembulan, tersenyum lembut menebarkan kehangatan.

"Betul tuh, Bulan! Kami yang paling senang! Ada mama, ada Bulan. Jadi lengkap!" tambah Alvano dengan semangat.

"Kita semuanya senang, kita sudah lengkap. Jadi, Papa harap sampai nanti kita bisa terus seperti ini, setuju?" Anggara menatap semua anaknya, tersenyum pada mereka dengan tulus. Niatnya bersungguh-sungguh untuk memperbaiki semua kesalahan yang ia lakukan dulu, Anggara ingin menebus semua dosa yang ia perbuat pada anak-anaknya.

"Setuju dong, Pa. Masa nggak." Alzero menjawab.

"Alvaro?" Anggara menoleh pada sosok yang sedari tadi hanya diam mendengarkan.

Alvaro menatap Anggara sekilas, kemudian mengangguk. "Hm."

"Dingin banger brrrrr!" Alvano bergidik, membuat yang lain tertawa sementara Alvaro hanya mendengkus melihat kelakuan kembarannya. Lagipula ia sudah biasa.

Makan malam ini berjalan lancar tanpa hambatan. Rembulan menikmatinya, hanya saja Rembulan tidak sadar dengan seseorang yang lekat memperhatikannya di meja lain.

Hai hai! Maaf aku baru update! Tinggalkan jejaknya yang banyak, dan jangan lupa share cerita ini💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai hai!
Maaf aku baru update!
Tinggalkan jejaknya yang banyak, dan jangan lupa share cerita ini💜

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang