🌙ㅣ34. Si Kembar, Memperebutkan

119K 13.7K 609
                                    

''Penyelamat bisa datang kapan saja''

“Hero, lo denger gue?!” Syaila berteriak, tangannya mencoba untuk meraih lengan Alzero dan berhasil ia genggam kuat saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hero, lo denger gue?!” Syaila berteriak, tangannya mencoba untuk meraih lengan Alzero dan berhasil ia genggam kuat saat ini. “Lo mau malu-maluin diri lo sendiri?”

Sebelah alis Alzero terangkat tinggi, menatap Syaila tidak mengerti. Apa salahnya saat ia membawa Rembulan dan teman-temannya untuk menikmati makanan di kantin? Sepanjang perjalanannya ia sudah mati-matian menahan umpatan karena murid lain menatapnya seolah-olah sedang membawa sekumpulan sampah. Kali ini, Alzero tidak diam lagi.

“Maksud lo apa malu-maluin? Lo gak sadar diri?” balas Alzero membuat beberapa perkumpulan di lorong menuju kantin itu terbentuk. “Mereka manusia, butuh makan. Lo tahu tempat makan di sini di mana?”

“Kantin!” Alvano yang menyahut kencang. “Nenek lampir, lo jangan halangin kami deh, perut gue udah bunyi.”

Syaila memandang Alvano sejenak, sampai ia menatap pada sekumpulan murid di sebelah lelaki itu. “Mereka hama,” ucapnya dengan enteng.

Mendengar perkataan itu, lengan Rembulan ditarik pelan oleh Bela dan memberikan isyarat untuk pergi dari sana dibanding harus terjadi keributan. Rembulan juga setuju dengan itu. Syaila mungkin berhenti mengganggu mereka, tetapi Syaila belum tentu membiarkan mangsanya begitu saja.

“Kami gak jadi ke kantin.” Rembulan beruara membuat yang lain otomatis menoleh padanya.

“Lihat ‘kan Hero? Mereka sadar diri, mereka gak seharusnya ada di tempat yang gak perlu mereka datangin!” kedua tangan Syaila terlipat di depan dada, menatap ke depan penuh angkuh.

Alzero menahan lengan Rembulan yang hendak pergi, lantas tatapannya kembali pada Syaila. Ia mengenal Syaila dengan baik saat kecil, gadis itu buknalah gadis sombong justru ceria jika bermain, tidak pernah sekasar ini. Sayang sekali karena kepergiannya ke luar negeri, Alzero jadi tidak bisa tahu bagaimana hidup Syaila selama ini, sahabat kecilnya.

Memejamkan matanya sejenak, Alzero merangkul Rembulan membuat yang memperhatikan sontak membelalak. “Gue udah bilang beberapa kali, mereka manusia, punya hak makan di mana pun yang baik buat mereka. Lo gak perlu ganggu merela, Ala.”

“Tapi Hero!” Syaila memekik kesal. “Lo gak pantes sama mereka! Apalagi si culun ini! Harusnya lo sadar kalau posisi mereka itu di bawah kita! Gak pantas sama sekali!”

Perkataan Syaila sudah menusuk bagi Rembulan dan teman-temannya, tapi tidak ada di antara mereka yang bisa menjawab untuk membalas. Syaila tidak bisa dilawan, lebih baik dibiarkan sesuai keinginan gadis itu walaupun retak dalam hati semakin melebar. Mereka menunduk, tidak berkata apa-apa.

“Terus?” bukan suara Alzero maupun Alvano, seseorang baru saja datang untuk menyusul. “Ada masalah?” Alvaro mengangkat sebelah alisnya dengan satu tangan berada di saku celana, tatapan tajamnya tertuju pada Syaila.

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang