Usai menyibak gorden dan membuka jendela, Gista menghampiri keempatnya yang sibuk mengedarkan pandangannya ke seisi kamar kakaknya.
"Oke. Sekarang gimana, Beib? Apa yang mau kita cari?" tanya Anara pada Gista yang malah mendapat jawaban dari Janu.
"Enggak ada yang perlu kamu cari, Beib. Karena yang kamu cari udah ada di depan mata kamu."
Anara bergidik mendengar jawaban cowok itu. Ekspresinya langsung dibuat seperti orang mau muntah. "Najong!"
"Kenapa, Beib? Kamu mual? Atau jangan-jangan... "
Belum sempat cowok itu meneruskan kalimatnya. Kepalanya sudah ditoyor oleh Manggala hingga terdorong ke samping dan menghantam dinding di sampingnya.
"Serius njir! Jangan bercanda! Gue lempar juga lo lewat jendela kalo bercanda mulu!"
Cowok berambut klimis itu hanya meringis sambil mengusap pelipisnya yang terkena pinggiran figura yang terpajang di dinding.
"Sukurin. Emang enak," ucap Anara tanpa suara lalu menjulurkan lidahnya pada Janu.
Gista yang melihat dua makhluk menyebalkan itu menghela napasnya. Kalau boleh mengulang waktu dia tidak mau membawa serta mereka. Yang ada meraka bukannya membantunya malah merusuh sendiri. Seperti di mobil tadi.
"Kita mau cari apa?" Magenta yang sedari tadi diam kini membuka suara.
"Ya, petunjuklah goblok. Masa cari upil. Lo gimana sih, Ge. Masa dari tadi nggak mudeng-mudeng," ucap Janu sok mengerti.
Magenta hanya menanggapinya dengan dengusan. Cowok itu tetap beridiri santuy sambil mengunyah permen karet dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Maksudnya Ge itu kita mau cari petunjuk apaan di sini? Benda atau apa, kan, kita nggak tahu," jelas Anara membela Magenta.
"Sok-sok an ngerti padahal aslinya lo yang nggak paham. Dasar jamet!"
Tidak mau ada keributan kembali dan karena waktu yang dimiliki tidak terlalu banyak mengingat sore nanti ia ada sesi pemotretan dengan Gista. Manggala mengisyaratkan Janu untuk diam dengan kepalan tangannya. Lalu, cowok itu menghadap ke Gista.
"Oke. Kita mulai cari benda ataupun apa yang sekiranya itu ada petunjuk. Kertas, surat, atau apapun itu," titah Manggala yang diangguki semuanya.
Janu dan Anara mulai membuka alamari pakaian untuk mencari sesuatu yang bisa dijadikan petujuk. Barangkali kakaknya Gista menyimpan benda dari si pelaku. Semisal jaket dan topi.
Di saat Gista dan Manggala mulai mencari petunjuk di nakas dan meja rias Kanaya. Magenta memilih mencari petunjuk di meja belajar berwarna pink kombinasi putih dengan berbagai tumpukan buku di atasnya yang sedikit berdebu.
Tangannya bergerak mengambil buku pelajaran yang ada di sana. Lalu, beralih pada novel yang terdapat banyak pembatasnya.
Magenta mengamati setiap sticky notes yang tertempel di setiap akhir bab novel tersebut. Sejenak cowok itu berhenti mengunyah permen karetnya. Netranya bergulir pada sticky notes dengan tulisan yang sudah memudar yang tertempel di dinding.
"Apapun masalahmu tuangkan itu ke dalam hobimu."
Begitulah isi tulisan dalam sticky notes merah muda yang juga telah memudar warnanya itu.
Meletakkan novel yang ia pegang, Magenta membalikkan tubuhnya menatap Manggala dan Gista yang masih sibuk mengobrak-abrik isi laci nakas dan meja rias.
"Hobi Kakak lo apa?" tanya cowok berkulit putih itu tiba-tiba.
"Membaca," jawab Gista menghentikan pencariannya.
ESTÁS LEYENDO
GISTARA (END)
Novela JuvenilKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 41
Comenzar desde el principio
