Bab 21

340 36 8
                                    

21. Bukan Win-win Solution

BARA sedikit terperangah memandang Emilia yang sudah berganti pakaian. Cewek berkacamata itu sekarang terlihat manis dengan piyama yang dikenakannya-dibandingkan dengan cara Emilia mengenakan seragam ke sekolah.

"Nggak ada cowok yang aku taksir," lanjutnya lagi, kemudian matanya beralih memandang Bara. "Bisa nggak kita ngobrol sebentar di depan?"

"Udah ngajak-ngajak ngobrol aja," sela Gibran menyindir. "Udah nggak kesal lagi?"

"Kesal?" timpal Mama. "Kalian berantem?" matanya bergantian melihat Emilia dan Bara.

"Eh, Mama?" sentak Emilia kaget melihat ada Mamanya yang sudah berdiri di depan meja hias sambil memegang nampan minuman. "Kapan pulangnya?"

"Sepuluh menit yang lalu," sahut Mama, meletakkan minuman itu ke atas meja dekat Rado. Setelah itu menatap Emilia lagi, "Jawab Mama-kalian berantem?" wanita itu tidak mengganti topik.

Emilia mengernyitkan dahi seraya tersenyum canggung, "Salah paham sih-" jawab Emilia seadanya sambil menggaruk pelipisnya dengan satu jari, "-tadi, sekarang udah nggak kesal lagi." kemudian Emilia kembali menatap Bara. "Sorry ya, gue emosi banget tadi-nggak terima, dan udah nuduh lo yang nggak-nggak."

Bukannya senang, Bara malah merasa aneh dengan sikap Emilia yang tiba-tiba berkata dan memasang wajah bersalah seperti itu.

Perlahan Bara mengangguk, "Iya, nggak apa-apa. Udah gue maafin," tuturnya kaku, menatap mata Emilia lekat, rasa penasaran muncul lagi di hatinya. Ada udang apalagi di balik batu?

"Gitu dong, baikan.." seru Rado memandang mereka.

Emilia tersenyum ke arah Rado untuk membalas ucapan cowok itu.

"Mama sampe kaget, baru juga Bara pertama kali mampir ke rumah-kalian udah berantem aja." Seru Mama, "Tapi syukur deh, kalian udah baikan, kalau gitu Mama pamit ke kamar dulu ya." lanjutnya, dan pergi dengan meninggalkan senyum.

"By the way, Kakak pengen tahu dulu nih," Rado berujar setelah Mama benar-benar masuk ke dalam kamar, "Gimana hari pertama kamu kemarin di lapangan basket? Katanya-kamu datang dengan semangat 45, benar begitu?"

"Hah? Siapa yang bilang Kak?"

"Abang yang bilang," jawab Gibran, "Yang malamnya nyiapin kostum-kayak lagi diajak kencan aja." mengingat lagi kelakuan Emilia yang membuatnya geleng kepala-sehari sebelum hari latihan.

"Masa sih? Biasa aja deh perasaan," jawab Emilia memelas sambil melirik Bara, berharap cowok itu tidak ikut-ikutan bergumam.

"Emang apa yang kamu cari sih, di lapangan basket? Sampe-sampe masuk anggota basket segala?"

Keringat sebesar jagung serasa mengalir turun dari sisi kepala Emilia, bersamaan ia menelan ludah. Kakak cowoknya itu memang sangat iseng-menanyakan hal seperti itu di depan Rado dan Bara. Apalagi Bara-sudah tahu alasan Emilia bergabung menjadi anggota basket.

"Emil lagi Na-"

PLAK!

Tamparan kuat Emilia melayang ke atas lengan Bara, membuat kalimat cowok itu terhenti karena kaget, sekaligus merasa perih.

"Ada nyamuk di lengan lo!" ujar Emilia segera ketika Bara melotot kaget menatapnya-tak terkecuali Gibran dan Rado.

Kemudianmata Bara beralih menatap ke tangan kiri Emilia yang masih menempel di lengankanannya. Perlahan Emilia mengangkat tangannya dengan hati was-was karena telahberbohong. Tapi anehnya, ucapannya itu benar, ada Nyamuk dan sudah mati.

Eh, kok bisa ada nyamuk?

Emilia beruntung, "Tuh, kan?!" seru Emilia senang, melebarkan bibirnya.

DELUVIE [Tidak Update untuk Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang