Bab 26

327 30 0
                                    

26. Sepenggal Tentang Bara

Emilia tidak pernah membayangkan jika cowok seperti Bara akan menyukai cewek seperti dirinya. Membayangkan Tama mengetahui bahwa dia menyukainya saja, Emilia insecure.

Mita ada-ada aja, lirih Emilia dalam hati, tersenyum geli mengingat perkataan sahabatnya tersebut setalah tidak sengaja melihat Bara makan di kantin saat jam istirahat berlangsung pada keesokan harinya. Kemudian Emilia melangkah masuk ke dalam kantin, membeli cemilan untuk dibawanya ke dalam kelas tanpa menyapa cowok itu.

Namun di hari-hari berikutnya, jika ada PR Matematika dan Fisika, Emilia benar-benar datang dan meminta bantuan Bara lagi untuk mengerjakan proses penyelesaian jawaban PR-nya, tentunya setelah cowok itu selesai latihan basket di sore hari. Terkadang, Emilia membawa makanan ringan walau Bara tidak memintanya. Memang, di dalam ruang perpustakaan tidak diperbolehkan membawa makanan. Tapi Emilia dan Bara duduk di sudut luar ruangan, supaya mereka bisa belajar sambil ngemil. Dan perlahan, Emilia semakin hari semakin mahir menyelesaikan soal PR Matematikanya berkat cowok di depannya ini.

Ketika PR Emilia hampir selesai, dia berhenti sejanak dan memiringkan kepalanya sambil menatap Bara yang masih mengerjakan PR-nya dengan fokus. "Lo nggak pernah capek, ya?" seru Emilia kemudian, karena Emilia merasa sangat lelah dan bosan untuk menyelesaikan soalan yang tidak disukainya itu.

Bara menghentikan gerak tangannya, mengernyit, lalu menoleh menatap Emilia.

"Capek?"

Emilia mengangguk. "Basket dan sekolah. Apa lo nggak kecapekan ngelakuin dua hal itu?"

"Nggak, dinikmati aja kali.." sahut Bara, tersenyum dan berpaling kembali ke soalannya. "Malam kan, waktu tidur."

Emilia terperangah sambil melongo.. Luar biasa! Mana ada manusia remaja di Indonesia ini, mendapat prestasi di dua hal yang berbeda? Atau gue yang nggak tahu?

"Trus, gimana cara lo bagi waktu, antara keduanya?" Emilia semakin penasaran.

Bara menarik napas, merasa tertarik dengan pertanyaan Emilia. Seketika itu Bara mulai bercerita tentang bagaimana dia membagi waktunya antara dunia basket dan pelajaran.

Ternyata, Bara malah banyak mainnya ketimbang belajar. Namun saat menghadapi pelajaran, Bara merasa sangat senang. Baginya, pelajaran merupakan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dia bisa rugi jika tidak mengetahui dan mempraktekkan ilmu tersebut. Dan khusus pelajaran IPA, Bara merasa punya tantangan tersendiri dengan jurusan tersebut.

Seperti bola basket, ketika Bara berusia 12 tahun, saat pertama kali mendengar kata 'bola basket', membuatnya penasaran—bagaimana cara memainkannya. Bara sempat menebak bahwa bola basket adalah permainan yang sama dengan bola kaki. Ternyata dia keliru. Dan ketika dia mencoba untuk memainkannya, ada sesuatu yang melintas dihatinya, sesuatu membuatnya merasa keren, sangat keren. Apalagi saat dia melemparkan bola itu ke dalam ring.

Jadi, kalau ditanya bagaimana cara Bara bagi waktu antara pelajaran dan hobinya, dia hanya perlu fokus kepada apa yang ada di depannya.

Emilia menaikkan bibir bawahnya seketika saat mendengar jawaban cowok yang ada di depannya ini. Dia merasa akan melakukan hal yang sama—fokus dengan pelajaran, jika berada di kelas jurusan yang ia mau. Namun Emilia tidak menyadarinya, bahwa dia sedang fokus dengan pelajarannya, pelajaran IPA, dan bersama Bara, di perpustakaan. Sangat sempurna.

Mungkin yang Emilia maksud tentang gairah, tentang semangat yang berbeda, jika kelas yang ia inginkan tersebut didapatkannya. Tapi harapan tinggal harapan.

Kemudia Bara melanjutkan ceritanya. Pembicaraan mulai jauh, hingga dia membahas yang lain. Tentang bagaimana dia menjadi Kapten Basket. Dan tentang betapa dia tidak menyukai asap rokok, apalagi menghisapnya.

DELUVIEWhere stories live. Discover now