Bab 8

386 44 8
                                    

8. KEPINCUT

KEESOKAN paginya, sisa-sisa hujan tampak jelas di sepanjang jalan. Emilia saat ini sedang gelisah. Berulang kali Emilia melirik jam di pergelangannya, jarum jam tersebut menunjukkan pukul 6 lewat 55 menit. Itu artinya, gerbang sekolah akan di tutup 5 menit lagi, dan Emilia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali tetap diam dan tenang di dalam bis yang ia naiki.

Hati Emilia mulai mencelos, rencananya untuk datang ke sekolah lebih awal gagal total. Dia bahkan rela tidak sarapan pagi bersama Mama dan Gibran. Jujur, Emilia melakukan itu supaya dia bisa melihat Tama lebih lama sebelum bel masuk kelas berbunyi. Karena kemarin Emilia belum puas melihat cowok itu. Bagaimana tidak, mereka tidak satu kelas, sekali bisa lihat, Tama langsung pulang naik bis. Mengecewakan.

Sepertinya hari ini, Emilia harus mengikhlaskan pengorbanannya yang sia-sia.

Tapi sewaktu kaki Emilia turun dan berbalik badan, gerbang SMA Garuda di seberang sana belum ditutup, bahkan setelah bis yang dinaikinya itu melaju pergi. Tanpa ragu-ragu, Emilia segera berlari mengejar kesempatan kecil itu, namun sayang sekali, memang bukan rejeki Emilia. Karena saat Emilia berada di tengah penyeberangan jalan, Security sudah menarik pagar gerbang sekolah bersamaan dengan bel yang berteriak nyaring. Dan harapan itu mulai musnah ketika Security telah menutup rapat pagar ketika kaki Emilia sudah sampai di depan pagar.

Ini nggak fair!

"Pak, biarin saya masuk dong.." pinta Emilia seraya menahan nafas lelah. "Saya cuma telat beberapa detik kok." sambungnya.

"Ini SMA Garuda, sekali tepat waktu selamanya tepat waktu!" jawab Security itu ketus, kemudian berbalik badan, bergerak mengambil buku pelanggaran khusus siswa yang terlambat hari ini.

"Siapa juga bilang ini SMA Daruga? Pelit amat-padahal masih bisa masuk." celetuk Emilia pelan memutar bola matanya. "Ck, sia-sia deh gue bangun pagi, coba aja kalau bisnya nggak pake isi bensin segala tadi, pasti gue udah duduk manis di dalam," maksudnya kalau bisnya isi bensin malam-malam, penumpang tidak gelisah menunggu.

Kemudian Emilia menghela nafas. "Kalau tahu tetap telat gini mah, mending tadi gue lanjutin tidur setelah sholat subuh.."

Puas berceletuk, Emilia terpaksa sabar harus menunggu waktu untuk dipersilahkan masuk. Namun siapa yang menduga, di waktu bersamaan-seseorang dengan nafasnya yang ngos-ngosan, datang dan berdiri di sebelah Emilia sambil membungkuk kelelahan. Wajahnya berkeringat tapi tetap terlihat menarik. Emilia yang menyadari ada seseorang disebelahnya, langsung menatap ke pemilik nafas berat itu. Pun mata mereka beradu.

Emilia bergidik, kedua telinganya bergerak ke atas dengan sendirinya.

Sosok itu berdiri di sampingnya, memandang Emilia dengan senyum disela nafasnya.

DEG!

Jantung Emilia sukses berdebar. Dan waktu seakan berhenti saat itu juga.

Oh Tuhan! Kaki Emilia terasa goyah. Dia tak pernah merasakan ini sebelumnya. Sejenak Emilia berpaling karena grogi, lalu mencoba menatap kembali cowok yang ingin dilihatnya pagi ini sebelum bel masuk kelas tersebut. Dengan mengumpulkan keberanian, Emilia membalas senyum anak Kepala Sekolah yang ada di sampingnya itu.

Apa Tama masih ingat Emilia?

Cowok itu sangat luar biasa! Kenapa tidak, karena baru saja dua hari dia menginjakkan kakinya di SMA Garuda-sebagai anak Kepala sekolah, hari ini namanya sudah tercatat di buku pelanggaran untuk yang pertama kalinya. Namun di sisi lain, ini merupakan hadiah pagi yang diberikan Tuhan untuk Emilia. Katakan saja begitu.

Padahal cowok bermata teduh itu, tidak sadar telah melewatkan pemberhentian bis sekolah karena asyik mengamati Aplikasi Magaschool yang baru saja dia unduh sewaktu masih di dalam bis. Tama tidak mungkin naik bis berlawanan arah karena dia tahu akan memakan waktu yang lama jika melakukan hal itu. Jadi dia terpaksa turun di pemberhentian bis berikutnya dan berlari menuju ke sekolah.

DELUVIEWhere stories live. Discover now